DENGAN MEMILIKI MBT ALUTSISTA TNI MENJADI PERINGKAT KE 4 DI ASEAN


Perang darat tetap merupakan bagian terpenting pada konflik bersenjata. Perang darat moderen utamanya melibatkan pertempuran lapis baja. Pertempuran lapis baja mengandalkan alutsista lapis baja, khususnya tank. Diantara alutsista lapis baja, yang paling utama adalah Main Battle Tank





Latar Belakang: Alutsista Lapis Baja

Terdapat 3 kategori tank: Main Battle Tank (MBT) atau Tank Tempur Utama (TTU), Medium Tank atau Tank Medium, dan Light Tank atau Tank Ringan.




Per definisi saat ini, tank adalah kendaraan tempur lapis baja dengan roda berantai, bobot 8 - 65 ton, kanon utama 70 - 150 mm diatas turet yang dapat berputar 360 derajat, operator 3 - 4 orang yang terlindung, dengan kemampuan kendaraan melewati rintangan, mobilitas tinggi, dan dapat menembak sasaran sambil bergerak.

MBT sendiri merupakan senjata utama diantara arsenal angkatan darat. Pada setiap perang sejak PDI, perebutan teritorial ditentukan oleh keunggulan tank (dalam pengertian luas, termasuk kualitas dan kuantitas). Dan MBT adalah tank tempur yang menjadi andalan utama.

Selama ini Indonesia belum pernah memiliki MBT, bahkan tidak memiliki tank medium, hanya tank ringan. Ketiadaan MBT ini adalah suatu pilihan strategis masa lalu. Selain pertimbangan biaya, berdasarkan sejarah, pada generasi pertama, hanya tank ringan yang efektif diproyeksikan ke kepulauan Nusantara. MBT generasi kedua umumnya dapat dihancurkan menggunakan RPG atau senjata kaliber besar, sehingga fungsinya kurang strategis. Di wilayah ini MBT moderen baru hadir pasca pembelian MBT oleh Malaysia tahun 2004, yang diikuti oleh Singapura tahun 2009.

Minimnya aset anti tank TNI pada masa lalu juga disebabkan karena TNI menggunakan metode unik dimana mortir dapat difungsikan sebagai senjata tembakan langsung, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai senjata anti tank ringan, sementara menyederhanakan logistik tempur. Hal ini sangat efektif untuk operasi perang gerilya melawan musuh yang menggunakan tank ringan.

Berbeda dengan MBT generasi kedua, MBT moderen yang sering disebut sebagai generasi ketiga sangat sulit dihancurkan. MBT generasi ketiga hanya dapat dihancurkan oleh:

1. tembakan kanon 120mm dengan peluru anti tank modern, atau

2. dengan rudal anti tank moderen, atau

3. ranjau anti tank atau IED moderen, atau

4. serangan udara (rudal dari pesawat atau helikopter)

Hingga tahun 2012, TNI tidak memiliki arsenal tersebut diatas, sehingga pada dasarnya kemampuan tempur TNI tahun 2004 sampai dengan tahun 2012 teramat sangat rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Artileri TNI umumnya dibawah 100mm, rudal anti tank hanya LAV dan RPG generasi lama, kemampuan ranjau IED tidak dikembangkan, dan kekuatan udara sangat lemah, tanpa rudal yang mampu menembus MBT generasi ketiga Malaysia dan Singapura. Pada saat ini pun (2013) kemampuan TNI masih sangat terbatas, karena berbagai persenjataan counter MBT masih dalam proses pengadaan, seperti Javelin dan howitzer 155mm CAESAR. Butuh waktu untuk pelatihan, distribusi, disamping pengadaan peluru yang sesuai untuk menangkal MBT.

Rencana Pengadaan

Kebutuhan MBT TNI awalnya diciptakan oleh AD Belanda, yang bermaksud mengurangi kekuatan tank-nya dengan menjual 100 MBT Leopard 2A4. Ini merupakan salah satu kebiasaan buruk akuisisi alutsista TNI dan Dephan yang tidak di bangun dengan rencana akuisisi melainkan lebih bersifat oportunistik.

Kendala eksternal terjadi saat pemerintah Belanda yang semula menawarkan tank bekas-nya, ternyata mendapat halangan dari parlemen-nya untuk menjual ke Indonesia. Per 2012, parlemen Belanda masih di dominasi oleh orang-orang yang anti Indonesia, dan juga beberapa partai jahat anti Islam yang sangat membenci Indonesia.

Kendala eksternal ini terpecahkan dengan datangnya tawaran dari perusahaan Jerman Rheinmetal, selaku bagian dari konsorsium produsen MBT Leopard, untuk menjual ke Indonesia. Rheinmetal adalah perusahaan senjata yang sangat terkemuka. Hampir 100% kanon tank MBT produksi negara-negara NATO adalah produk atau setidaknya didasari atas disain produk kanon smothbore Rheinmetal.

Harga sangat murah karena MBT Leopard 2A4 tersebut pada dasarnya di hibahkan oleh AD Jerman. TNI AD hanya perlu membayar Rheinmetal untuk upgrade dan revitalisasi MBT tersebut. Rheinmetal membuat paket upgrade MBT Leopard meniru perusahaan Jerman IBD yang sebelumnya menjual paket upgrade MBT Leopard ke Singapura.

Parlemen Jerman sendiri sebagaimana biasanya bersikap jauh lebih bersahabat dibandingkan dengan parlemen Belanda.


Kendala internal datang dari parlemen Indonesia sendiri. Alasan utama berasal dari beberapa penganut doktrin lama yang masih berfikiran bahwa MBT kurang sesuai untuk Indonesia. Pemikiran ini cukup berdasar, dengan argumen bahwa MBT Leopard yang ber bobot 60 ton akan sulit dan mahal untuk dioperasikan di Indonesia, dimana kebanyakan jalan dan jembatan memiliki batas kekuatan dibawah itu.

Terlepas dari perdebatan tersebut, setelah kunjungan DPR ke Jerman proyek pengadaan berjalan lancar, dan perdebatan berakhir tanpa argumen resolusi yang sampai pada rakyat.






Daftar Belanjaan

Demikianlah tahun 2012 TNI melakukan pembelian 60 MBT Revolution, dan 40 MBT Leopard 2A4. Pembelian juga disertai beberapa tank pendukung, serta 50 Marder IFV (Infantri Fighting Vehicle). Konon kabarnya harga sangat miring: US $ 280 juta.

MBT Leopard 2 antara lain ditempatkan di YonKav 8/Tank Div Inf 2 Kostrad, Beji, Pasuruan. Batalion kavaleri ini dulu bermarkas di Bandung kemudian mengalami kekurangan kendaraan. Sebelumnya Yonkav 8 mengendarai tank ringan Scorpion dan Stormer.


Mari kita tinjau daftar belanjaan TNI AD lain yang terkait:

- ASTROS II MLRS: artileri peluncur multi rudal.

- CAESAR: artileri howitzer 155mm diatas mobil (self propelled).

- Grom, Starstreak, Kobra 5 SHORAD, TD-2000B: senjata anti pesawat.

- Javelin: rudal panggul anti tank generasi ketiga

Leopard 2A4

Jerman adalah salah satu negara produsen tank terbaik di dunia, selain AS dan Rusia. Keunggulan tank Jerman sudah sejak Perang Dunia. Salah satu disainer tank Jerman adalah Porsche. Pasca PDII, dilakukan kerjasama disain tank antara Jerman Barat, Prancis, dan Itali yang juga diikuti oleh Porsche dan Rheinmetall. Prancis kemudian mengembangkan AMX-30, sementara Jerman Barat memilih disain Porsche, yang kemudian di produksi menjadi MBT Leopard 1, yang di produksi oleh Krauss-Maffei Wegmann GmbH & Co. Prototipe Leopard 2AV dan XM1 sempat disandingkan untuk kerjasama pembuatan tank generasi ketiga AS dan Jerman, namun kerjasama dibatalkan. AS memilih XM1 dan membangun M1 Abrams, sedangkan Jerman melanjutkan Leopard 2AV menjadi Leopard 2. Tank Leopard 2 kemudian dikembangkan menjadi versi terkini Leopard 2A7, yang dipercaya oleh banyak pihak sebagai MBT terbaik di dunia saat ini.

Sekalipun berbeda disain, namun hampir seluruh tank generasi ketiga NATO berdasarkan disain kanon Rheinmetal 120mm (L44 / L55). Sementara tank generasi ketiga Pakta Warsawa umumnya berdasarkan disain 2A46 (D-81T) 125mm.

Leopard 2A4 diproduksi hingga tahun 1992 untuk menghadapi ancaman Uni Soviet. Dalam doktrin perang dingin NATO, Leopard 2A4 di-disain untuk menghadapi T-72 dan T-80 dalam jumlah lebih besar, dan kaliber kanon lebih besar (125mm). Dengan demikian Leopard 2A4 secara kualitas dirancang lebih baik.

Leopard 2A4 sendiri sudah mulai di pensiunkan dari angkatan darat Jerman dan dari berbagai negara Eropa. Sebagai andalan sejak 1998 digunakan Leopard 2A5 dan 2A6 yang lebih canggih, dan efisien.

Leopard 2A4 bekas kemudian dijual murah ke berbagai negara dengan upgrade dan moderenisasi yang sering disebut sebagai MBT Leopard 2A4 Evolution. Tahun 2007, Singapura Armed Forces (SAF) membeli Leopard 2A4 Evolution ini dari perusahaan Jerman IBD. Versi Leopard 2A4 untuk Singapura kemudian disebut sebagai Leopard 2SG.

Rheinmetal adalah salah satu perusahaan yang menyediakan jasa peremajaan tank Leopard 2A4. Rheinmetal dikenal sebagai salah satu produsen senjata terkemuka di dunia. Khususnya bagian turret dan meriam dari Leopard umumnya di produksi oleh Rheinmetal. Leopard 2A4 dipersenjatai dengan kanon Rheinmetal L44 120mm. Terinspirasi oleh paket peremajaan IBD: Leopard 2A4 Evolution, maka Rheinmetal membuat program peremajaan sendiri: Leopard 2 Revolution yang dibeli oleh TNI AD.

MBT Revolution

TNI membeli 40 Leopard 2A4 dan 60 Leopard 2A4 yang telah di moderenisasi Rheinmetal dan disebut sebagai MBT Revolution.

Jika dibandingkan, Leopard 2A4 bentuknya terlihat sangat kecil, karena MBT Revolution menggunakan tambahan lapis baja AMAP-ADS. MBT Revolution seharusnya akan terlihat lebih gagah dibandingkan Leopard 2A4. Sesuai untuk parade 5 Oktober.

Advanced Modular Armor Protection (AMAP) adalah konsep perlindungan tambahan yang modular. Leopard 2A4 tanpa AMAP akan rusak jika terkena tembakan. Dengan armor modular, Leopard Revolution hanya perlu mengganti modul armor yang terkena. Dengan demikian tank dapat dengan cepat beroperasi kembali. Terdapat berbagai modul AMAP yang dapat ditambahkan untuk melindungi MBT.

AMAP-ADS adalah AMAP dengan tambahan Active Defense System (ADS), atau sistem pertahanan aktif. Berbeda dengan perlindungan lapis baja yang bersifat pasif, ADS terdiri atas sistem sensor di sekeliling tank yang dalam fraksi mikro detik mengaktifkan mekanisme pertahanan yang akan menabrak rudal yang datang sehingga rudal musuh tersebut meledak sebelum mengenai tank. Dengan teknologi ini, peluang MBT Revolution lebih besar untuk bertahan dari tembakan anti tank.

Salah satu kelemahan utama MBT Leopard di Indonesia adalah karena Leopard awalnya di disain untuk perang tank besar di tanah yang datar. MBT di perkotaan atau di daerah tropis dimana banyak pepohonan dan semak, sangat rentan terhadap serangan gerilya. Infantri diperkirakan tidak akan dapat menghancurkan MBT dengan satu kali tembak, tetapi gerilya dengan senjata anti tank yang baik dan pengetahuan tentang komposisi lapis baja akan dapat menghentikan atau bahkan menghancurkan tank jika operator tank tidak dapat melihat posisi gerilyawan tersebut dengan cepat.

Disini Rheinmetal memberikan upgrade andalan kepada MBT Revolution, berupa kemampuan melihat 360 derajat sekalipun dalam keadaan gelap, sehingga operator tank dapat dengan mudah melihat posisi infantri lawan. Melengkapi keunggulan situation awareness tersebut, MBT Revolution ditambahi dengan senjata mesin berpenggerak yang dapat dikendalikan dari dalam tank, sehingga operator tank tidak perlu keluar dari tank untuk menembak senjata mesin.

Masih banyak lagi kelebihan paket MBT Revolution dibandingkan MBT Leopard 2A4. Sayangnya, seperti biasa, sehubungan keterbatasan dana belum tentu seluruh fitur upgrade modular MBT Revolution dibeli TNI AD. Tetapi tentu saja fitur yang kurang dapat ditambahi sesuai kebutuhan dan kemampuan dana.


Kondisi Alutsista Regional 2012 (sebelum akuisisi MBT)

Alutsista di negara-negara ASEAN termasuk yang sangat tertinggal di dunia. Umumnya merupakan persenjataan peninggalan zaman perang dunia kedua dan zaman perang Vietnam. Sangat jauh tertinggal dibandingkan Australia, India, Jepang, Korea Selatan, atau bahkan Pakistan yang dulu pernah mendapat pinjaman pesawat tempur dari Indonesia.

Alutsista TNI termasuk yang sangat tertinggal di ASEAN. Berdasarkan kepemilikan alutsista, per 2012, TNI AD menempati urutan ke 7 dari 10 negara ASEAN, dimana alutsista TNI AD (sekalipun ditambah Marinir TNI AL), berada dibawah AD Kamboja dengan kebanyakan alutsista peninggalan Vietnam. Kamboja memiliki ratusan tank ringan (PT-76 dan Type 62) dan kendaraan tempur infantri (BTR-50, BTR-60, BMP-1), sementara TNI AD hanya sanggup meremajakan puluhan tank ringan AMX-13 tua. Tidak memiliki MBT dan tank medium. Hanya Marinir yang memiliki kendaraan tempur infantri modern BMP-3F dalam jumlah terbatas. Kendaraan truk pun tidak memadai bagi kompi-kompi senapan TNI AD. Ditambah kenyataan bahwa TNI AD tidak lagi memiliki ranjau anti personel, dan tidak memiliki bom kluster.

Singapura, memiliki 95 Leopard 2SG (setara dengan MBT Revolution), telah memperbaharui 200 AMX-13-nya menjadi AMX-13 SM1, memproduksi kendaraan tempur infantri Bionix dalam jumlah besar, ditambah 1000 APC M113A2, infantri Singapura dapat dikatakan sepenuhnya lapis baja (mechanized). Singapura tidak meratifikasi konvesi anti ranjau dan bom kluster, sehingga memiliki sejumlah besar ranjau dan bom kluster.

Malaysia memiliki MBT PT-91M dan ratusan kendaraan tempur infantri ACV300. Thailand memiliki MBT T-84 disamping ratusan tank medium dan ratusan tank ringan, serta kendaraan tempur infantri Type-85. Myanmar dengan ratusan T-72, juga dengan ratusan tank medium, tank ringan, dan kendaraan tempur infantri.

AD terkuat di ASEAN adalah Vietnam, dengan ribuan tank dan kendaraan lapis baja, ribuan artileri, bahkan memiliki rudal balistik SS-1 Scud B dengan komponen produksi dalam negeri.

Hal ini menggambarkan betapa mengenaskannya alutsista TNI AD.




Peningkatan Alutsista TNI AD 2015

Kapabilitas militer Malaysia dan Singapura mungkin menjadi faktor pendorong utama TNI membeli MBT Leopard 2A4 tahun 2012, dengan delivery hingga 2014. Menyusul Singapura, Indonesia membeli 60 MBT Revolution, 40 MBT Leopard 2A4, 50 IFV Marder.

TNI juga mengadakan 180 ATGM Javelin dan 150 ATGM NLAW, menyusul Singapura yang mengadakan 1000 ATGM Spike dan 3000 ATGM Matador.




Dengan peningkatan ini, berdasarkan urutan kepemilikan alutsista, per 2015, TNI AD (termasuk Marinir) naik peringkat menjadi urutan ke-4, melampaui alutsista Malaysia, Myanmar, dan Kamboja yang sebelumnya berada diatas. Kamboja dan Myanmar karena keterbatasan dana belum dapat melakukan pengadaan MBT. Malaysia hanya mengadakan 48 MBT PT91M yang secara kualitas dan kuantitas masih berada dibawah Leopard 2A4 Indonesia.

Vietnam, Singapura, dan Thailand masih memiliki peringkat alutsista diatas TNI. Thailand dispekulasikan akan mengadakan 100 T84 Oplot sehingga bisa jadi akan memiliki 200 MBT pada 2015. Vietnam yang sudah memiliki T72 sekitar 100 unit diyakini berencana mengadakan MBT T90 dalam waktu dekat.

Singapura meraih keunggulan peringkat alutsista bukan hanya oleh Leopard 2SG, tetapi karena memiliki kavaleri moderen dengan dukungan sishanud yang sangat handal yang dikembangkan bersama Israel. Disamping itu Singapura memiliki sejumlah besar ATGM moderen: Spike dan Matador yang membuat infantri-nya dapat menghentikan kavaleri moderen lawan. Lebih lengkap lagi, kavaleri Singapura selain dilengkapi dengan sistem radar terintegrasi, termasuk radar anti artileri yang memberikan keunggulan dalam perang artileri, juga memiliki kemampuan perang elektronik yang sangat kapabel dibandingkan dengan kekuatan di kawasan. Belum lagi artileri Singapura dilengkapi oleh bom kluster dan penyebar ranjau anti personel, sementara TNI tidak memilikinya karena DPR sudah meratifikasi perjanjian internasional yang melarang TNI menggunakan bom kluster dan ranjau.

Terlepas dari berbagai kekurangan tersebut, peningkatan peringkat alutsista TNI sangan berarti baik bagi bangsa Indonesia maupun bagi personel TNI. Peningkatan peringkat kepemilikan alutsista ini adalah hal yang sangat positif dari pengadaan MBT Leopard TNI AD.
Dengan tetap perlu mengingat bahwa peringkat kepemilikan alutsista BUKAN peringkat kapabilitas militer. Namun dari peringkat ini dapat tergambar posisi TNI dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.

Untuk memberi gambaran lain dari kondisi TNI diluar peringkat alutsista, berikut diberikan gambaran peringkat tentara darat TNI di tahun 2012.




Disini terlihat bahwa alutsista bukanlah segala-galanya. Ada berbagai aspek lain yang menentukan kemampuan tempur tentara nasional. Dari peringkat ini terlihat kelemahan TNI yang sangat mendasar karena:

A. Tidak memiliki kekuatan cadangan.

Komponen cadangan di negara demokrasi hanya dapat dikatakan ada jika diatur dengan baik oleh perundang-undangan. Berbagai permasalahan dalam penyusunan doktrin dan perundang-undangan mengakibatkan Indonesia selama puluhan tahun tidak lagi memiliki komponen cadangan. Artinya jumlah pasukan darat Indonesia terbatas pada jumlah TNI: yaitu ke 12 divisi wilayah (yang sangat tidak efisien untuk perang moderen) dan 4 korps: Kostrad (kekuatan sekitar 30.000), Marinir (kekuatan sekitar 30.000), Kopasus (kekuatan sekitar 10.000) dan Paskhas (kekuatan sekitar 10.000). Efektifitas ke 12 divisi sangat terbatas, sehingga mobilisasi akan sangat lambat dilakukan untuk membentuk kekuatan tempur strategis di tingkat nasional. Akibatnya efektif TNI hanya memiliki sekitar 80.000 pasukan yang siaga dari ke 4 korps tersebut diatas.


B. Kemampuan mobilisasi pasukan sangat terbatas oleh kondisi geografis dan keterbatasan infrastruktur.

Bila dikembalikan dalam konteks Leopard 2A4, mobilisasi kavaleri TNI memiliki banyak keterbatasan akibat infrastruktur nasional yang masih sangat terbatas.

1. Kapal angkut amfibi yang ada saat ini belum mampu mengangkut MBT sekelas Leopard secara efektif. Kapal pengangkut tank untuk Leopard masih tengah diupayakan pengadaannya. Demikian pula pelabuhan yang dapat menampung pendaratan Leopard juga masih sangat terbatas di Indonesia.

2. Keterbatasan angkut dalam pulau disebabkan karena belum adanya jaringan kereta api yang memadai di kepulauan Indonesia. Keberadaan jaringan kereta api adalah faktor kunci pengerahan pasukan moderen yang juga sejalan dengan perkembangan perekonomian daerah.

3. Keterbatasan depo logistik, baik bahan bakar, perbaikan, maupun amunisi. Dalam konteks pemanfaatan MBT secara optimal, akan ditemui berbagai kendala manajemen logistik tersebut.

Hal lain yang menurunkan manfaat dari pengadaan Leopard adalah kurangnya alutsista yang dibutuhkan agar MBT dapat beroperasi secara optimal.

Kekurangan kepemilikan alutsista yang paling menurunkan daya tempur MBT adalah:

1. Kekurangan alutsista pertahanan udara mobil yang dapat mendukung gerakan unit kavaleri moderen. TNI secara khusus belum memiliki kemampuan pertahanan udara yang memadai. TNI AD misalnya hanya memiliki pertahanan udara jarak dekat, sekitar 5 km. TNI AL sendiri baru memiliki Korvet F2000 yang mampu melindungi dari serangan udara dalam jangkauan 25 km. Sistem pertahanan udara TNI AD yang dikembangkan dengan Thales berbasis CM2000 diperkirakan lebih bersifat statis, tidak terkait dengan pembentukan sistem pertahanan udara mobil untuk mendukung kavaleri moderen yang diujung tombaki oleh MBT. Tanpa payung udara jarak jauh dan menengah, unit kavaleri terancam menjadi sasaran tembak yang sangat mahal.

2. Kekurangan dalam perang elektronik membatasi kemampuan komunikasi tempur TNI pada kondisi perang. Pihak penyerang dapat dengan mudah melakukan jamming atas komunikasi tempur sehingga unit-unit militer tidak dapat berperang secara terkoordinasi. Kelemahan sistem komunikasi tempur TNI sudah dirasakan sejak lama, khususnya jika berhadapan dengan negara-negara berkemampuan electronic warfare moderen seperti Singapura, Thailand, apalagi Australia.

3. Terdapat 2 jenis keterbatasan TNI dalam menghadapi perang moderen, pertama adalah keterbatasan oleh ratifikasi perjanjian pembatasan senjata, sehingga TNI memiliki keterbatasan alutsista seperti bom kluster, ranjau, dsb, sementara beberapa negara di kawasan tidak meratifikasi perjanjian tersebut. Keterbatasan kemampuan tempur anti tank dari infantri TNI akibat terbatasnya jumlah senjata anti tank moderen. TNI hanya memiliki Javelin yang cukup efektif menghadapi kavaleri moderen. Dengan keterbatasan persenjataan ini keunggulan jumlah potensial TNI tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, sebaliknya, musuh dengan jumlah jauh lebih kecil akan mampu menetralisir kemampuan kavaleri TNI.

Kekurangan yang paling mendasar adalah belum tersusunnya doktrin perang moderen TNI yang solid. Pengadaan didasari atas penentuan daftar belanja dari 3 angkatan yang masing-masing berfikir untuk diri sendiri, tanpa adanya penyatuan konsep Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, atau Angkatan Perang Republik Indonesia yang ditujukan untuk memiliki angkatan perang moderen yang efektif. TNI yang bertempur sebagai 1 angkatan, bukan 3 gerombolan terpisah yang sibuk dengan perimbangan kekuatan, masing-masing dengan kepentingan masing-masing, dan dipenuhi saling tidak percaya.


Lebih jauh lagi, doktrin tempur lapis baja belum dimiliki, sehingga pengadaan MBT menjadi sangat mubazir. Alih-alih membentuk divisi kavaleri moderen, yang diwujudkan justru rencana menyembunyikan MBT sebagai salah satu sasaran tembak utama dari serangan udara musuh. Hal ini tidak membuat MBT memjadi tidak bermanfaat, hanya saja potensi dari pengadaan MBT menjadi tidak tercapai, yaitu untuk membentuk angkatan perang modern.

Post a Comment

0 Comments