Tank
adalah kendaraan tempur lapis baja yang bergerak menggunakan roda berbentuk
rantai. Ciri utama tank adalah pelindungnya yang biasanya adalah lapisan baja
yang berat, senjatanya yang merupakan meriam besar, serta mobilitas yang tinggi
untuk bergerak dengan lancar di segala medan. Meskipun tank adalah kendaraan
yang mahal dan membutuhkan persediaan logistik yang banyak, tank adalah senjata
darat paling tangguh dan serba-bisa pada medan perang modern, dikarenakan
kemampuannya untuk menghancurkan target darat apapun, dan efek mentalnya
terhadap infanteri.
Tank
adalah kendaraan tempur yang sangat kuat. Walau begitu, tank tidak beroperasi
sendirian. Tank biasa dimasukkan dalam unit lapis baja pada pasukan terpadu,
yaitu gabungan antara infanteri dan kavaleri lainnya. Tanpa dukungan unit lain,
tank, walaupun memiliki pelindung tebal, tetap bisa dilumpuhkan oleh infanteri,
ranjau, artileri, dan helikopter atau pesawat.Tank juga tidak efektif di medan
hutan dan perkotaan, di mana kemampuan jarak jauh tank jadi tidak bisa dipakai,
penglihatan pengendara tank jadi terbatas, dan meriam tank mungkin tidak bisa
berputar secara maksimal.
Tank tempur PD 1 |
Tank
pertama kali dipakai pada Perang Dunia I untuk memecahkan kebuntuan perang
parit, dan peran tank lama-kelamaan berevolusi untuk mengantikan peran
kavaleri. Istilah tank (tangki) muncul pada saat pembuatan tank-tank pertama di
pabrik-pabrik di Inggris: para pekerja diberitahukan bahwa mereka sedang
membuat sebuah kendaraan pengangkut air beroda rantai, jadi pembuatan kendaraan
tempur ini bisa dirahasiakan.
Tank
dan taktik kendaraan lapis baja telah berevolusi selama hampir seabad. Walaupun
sistem senjata dan pelindung tank masih terus dikembangkan, banyak negara yang
mulai mempertanyakan kebutuhan kendaraan berat seperti ini, khususnya dalam era
perang non-konvensional.
Sejarah
Perang
Dunia I: Tank-tank pertama
Kondisi
pertempuran Perang Dunia I di Front Barat membuat Angkatan Darat Inggris
berpikir untuk mengembangkan kendaraan yang bisa menyeberangi parit,
menghancurkan kawat berduri, dan tidak mempan ditembak senapan mesin. Prototipe
tank pertama kali diuji oleh militer Inggris pada 6 September 1915.
Fiat 3000 light tank buatan Italy |
Tank
pertama kali dipakai dalam perang ketika Kapten H. W. Mortimore membawa tank
Mark I dalam Pertempuran Somme pada 15 September 1916. Perancis mengembangkan
tank Schneider CA1 yang dibuat dari traktor Holt Caterpillar, dan pertama kali
digunakan pada 16 April 1917. Penggunaan tank secara besar-besaran dalam
pertempuran terjadi pada Pertempuran Cambrai pada 21 November 1917.
Perubahan-perubahan
pada medan perang dan buruknya kinerja tank memaksa Sekutu untuk terus
mengembangkan konsep tank ini. Tank terus berkembang pada Perang Dunia I,
misalnya tank Mark V, yang dibuat sangat panjang sehingga bisa melewati
parit-parit yang lebar sekalipun.
Perkembangan
desain dan taktik
Tank
Vickers A1E1 Independent buatan Inggris ini dibatalkan dan tidak masuk jalur
produksi, tapi memengaruhi desain banyak tank lain.
Tank Vikers A1E1 |
Pada
masa di antara dua perang dunia ini, dikembangkan berbagai macam kelas tank,
khususnya di Inggris. Tank ringan, yang beratnya kurang dari sepuluh ton,
digunakan untuk tugas pemantauan, dan hanya dipersenjatai senapan mesin ringan
yang hanya ampuh digunakan melawan tank ringan lainnya. Tank sedang atau tank
cruiser, lebih berat dan bertujuan untuk perjalanan cepat jarak jauh. Dan yang
terakhir, tank berat atau tank infanteri, adalah tank dengan lapisan pelindung
yang berat, yang berjalan lambat. Tank ini dibuat untuk digunakan untuk
menembus pertahanan bersama-sama dengan infanteri. Pelindungnya yang berat
membuatnya bisa tahan ditembak senjata anti-tank. Setelah tank berat dan
infanteri berhasil melubangi garis pertahanan lawan, tank sedang akan dikirim
melalui lubang tersebut dan menyerang jalur logistik dan satuan komandan.
Taktik seperti ini akhirnya dikembangkan oleh Jerman dalam konsep blitzkrieg.
Tank pada Perang
Dunia II
Tiger Tank Jerman |
T 34 Sovyet |
Perang
Dunia II mendapati perkembangan pesat pada tank. Jerman misalnya, menggunakan
tank-tank ringan seperti Panzer I yang sebelumnya digunakan hanya untuk
latihan. Tank-tank ringan dan kendaraan lapis baja lainnya menjadi unsur paling
penting dalam blitzkrieg. Namun, tank ringan ini kalah menghadapi tank Inggris
dan lebih lagi melawan tank legendaris T-34 milik Uni Soviet. Dan pada akhir
perang semua pihak telah secara drastis menambah ukuran meriam dan pelindung
tank. Misalnya, Panzer I hanya memakai dua senapan mesin, dan Panzer IV, tank
paling berat Jerman pada awal Perang Dunia II menggunakan meriam 75 mm
kecepatan rendah, dan beratnya dibawah 20 ton. Pada akhir perang, tank sedang
standar Jerman, Panther, menggunakan meriam 75 mm kecepatan tinggi, dan
beratnya 45 ton.
Perkembangan
semasa perang lain adalah diperkenalkannya sistem suspensi yang jauh lebih
baik. Mungkin hal ini terdengar tidak penting, tapi kualitas suspensi adalah
penentu kinerja cross-country tank. Tank dengan suspensi yang buruk akan
mengakibatkan getaran yang besar yang dirasakan pengendara, ini akan mengakibatkan
sulitnya pengoperasian, mengurangi kecepatan, dan membuat penembakan sambil
berjalan menjadi tidak mungkin. Sistem suspensi baru seperti sistem suspensi
Christie atau suspensi torsion bar meningkatkan kinerja dan kecepatan secara
drastis.
Meriam
berputar, yang sebelumnya tidak tersedia pada semua tank, dianggap sebagai hal
yang sangat penting. Meriam ini harus bisa digunakan melawan tank lain, jadi
diusahakan sebesar dan sekuat mungkin, sehingga berarti tank cukup memiliki
satu meriam yang harus sangat kuat. Akibatnya, desain tank dengan banyak
meriam, seperti T-28 dan T-35 buatan Uni Soviet, ditinggalkan.
Perang
Dingin dan seterusnya
Kompi
tank Polandia yang memakai T-54.
Setelah
Perang Dunia II dan memasuki Perang Dingin, negara-negara maju dan adikuasa
mengambil pelajaran dari Jerman dalam penggunaan kekuatan tank. Tambahan
ancaman perang nuklir dan kimia membuat tank juga dilengkapi perlengkapan
perang nuklir dan kimia. Kemajuan dalam teknologi meriam dan amunisinya membuat
tank semakin ditakuti, dan masing-masing negara berlomba-lomba untuk
menyempurnakan teknologinya.
Namun
justru ancaman terbesar tank saat ini adalah pasukan infanteri yang dilengkapi
dengan persenjataan ringan yan memiliki daya hancur yang dahsyat, dengan
mengembangkan peluru kendali anti-tank jinjing yang merupakan hasil
pengembangan dari bazoka pada Perang Dunia II. Ditambah dengan berkembangnya
kemampuan angkatan udara dengan helikopter tempur yang memiliki kemampuan
anti-tank.
Perlindungan
Tank
T-72 dengan balok perlindungan reaktif.
Tank
tempur utama (Main battle tank, MBT) adalah kendaraan tempur yang memiliki perlindungan
paling kuat di medan perang. Perlindungannya dirancang untuk melindungi tank
dan pengendaranya dari semua bahaya, termasuk penetrator energi kinetik yang
ditembakkan tank lain, peluru kendali anti-tank (ATGM) yang ditembakkan
infanteri atau pesawat udara, dan ranjau. Tetapi jumlah perlindungan yang
dibutuhkan untuk melindungi tank dari segala arah akan sangat berat dan tidak
memungkinkan; oleh karena itu dalam perancangan sebuat tank harus ditemukan
keseimbangan yang tepat antara perlindungan dengan berat.
Ada
banyak jenis perlindungan. Perlindungan yang paling sering ditemukan adalah
perlindungan pasif, yaitu lapisan logam, baja, atau keramik. Tipe perlindungan
yang lain adalah perlindungan reaktif. Perlindungan reaktif ini meledak ke arah
luar, dan mengubah arah proyektil yang datang. Perlindungan reaktif akan berupa
balok yang ditempelkan, bukan lapisan yang permanen. Perlindungan reaktif cocok
dipakai melawan proyektil berhulu ledak dan perlindungan pasif cocok melawan
proyektil penetrator energi kinetik.
Pembagian
ketebalan lapis baja tidak merata. Pada umumnya, lapisan paling tebal ada pada
bagian depan tank dan bagian depan meriam. Lapisan pada samping dan atas tank
biasanya lebih tipis, sedangkan bagian belakang tank–khususnya bagian di atas
mesin–memiliki lapisan yang paling tipis.
Persenjataan
Peluru
penetrator energi kinetik.
AMX 30 |
Senjata
utama tank adalah meriamnya, yang ukurannya hanya dilampaui oleh howitzer
artileri yang besar. Biasanya ukuran kaliber tank Barat adalah 120 mm dan tank
Timur 125 mm. Meriam tank bisa menembakkan peluru penetrator energi kinetik
(KE) dan peluru high explosive (HE). Beberapa tank juga bisa menembakkan rudal
atau roket melalui meriamnya, yang dapat memperjauh jarak jangkauan dan
memungkinkan untuk menghancurkan target udara. Pada umumnya tank memiliki
senapan mesin yang sejajar (coaxial) dengan meriam utama. Senapan mesin ini
umumnya berkaliber kecil antara 7,62 mm sampai 12,7 mm untuk digunakan
menghadapi target infanteri, tetapi ada beberapa tank Perancis yang menggunakan
senjata coaxial kaliber besar 20 mm seperti tank AMX-30, yang bisa digunakan untuk
menghancurkan kendaraan lapis baja ringan. Selain meriam utama dan senjata
sekunder, tank juga biasa dilengkapi dengan senapan mesin anti pesawat udara
yang berada di atap tank.
Dahulu,
meriam tank dibidik menggunakan mata saja sehingga kurang akurat, apalagi bila
tank sedang berjalan ketika meriam akan ditembakkan. Sekarang tank modern
memiliki banyak peralatan canggih untuk membantu meningkatkan akurasi. Giroskop
digunakan untuk menstabilkan meriam utama; pengukur laser digunakan untuk
menghitung jarak ke target; komputer digunakan untuk mengkalkulasikan
ketinggian dan sudut tembak, dengan memperhitungkan kecepatan angin, suhu
udara, dan faktor-faktor lainnya.
Tank
M1 Abrams menembakkan meriam 120 mm.
Hampir
semua tank tempur utama memiliki pelontar granat asap, yang dengan cepat bisa
menyebarkan sebuah selimut asap yang akan melindungi tank bila sedang mundur
atau disergap. Selimut asap ini tidak dipakai secara ofensif, karena asap juga
akan menutupi penglihatan para penyerang, dan asap ini dapat memberitahukan
kepada musuh bahwa serangan akan segera dilakukan. Tetapi pada beberapa tank
seperti tank Perancis Leclerc, pelontar granat asap ini juga bisa digunakan
untuk menembakkan gas air mata dan granat anti personel.
Mesin
Mesin
tank Leopard 2.
Penggantian
mesin M1A1 Abrams.
Tank
pada umumnya memakai mesin diesel, karena diesel tidak mudah terbakar walaupun
terkena panas yang sangat tinggi. Pada beberapa rancangan, seperti pada tank
Merkava Israel, tangki bahan bakar diesel diletakkan mengitari kru, dan secara
efektif menjadi lapisan pelindung kedua. Selain itu, mesin diesel juga lebih
ekonomis dan bisa memberikan jangkauan yang lebih banyak dari mesin lain.
Kelemahannya adalah mesin diesel sulit untuk dinyalakan dan terasa kurang
bertenaga. Selain itu, asap tebal yang dihasilkan juga menyulitkan untuk
menyerang secara diam-diam. Penggunaan mesin bensin memiliki kelemahan yang
bertolak belakang dengan mesin diesel. Bensin sangat mudah terbakar,
mengharuskan tangkinya diletakkan jauh dari kru. Selain itu, jarak jangkaunya
lebih kecil. Keunggulannya adalah mesinnya dapat lebih mudah dinyalakan dan
bertenaga tinggi, serta suaranya lebih kecil dari mesin diesel dan mesin
turbin. Tank-tank yang lebih baru seperti tank Leopard Jerman memiliki mesin
pembakaran dalam multi-bahan bakar, yang dapat menerima diesel, bensin, dan
bahan bakar lainnya.
Big Leopard 2A6 |
Mesin
turbin juga populer pada tank-tank terbaru. Mesin ini bisa mengeluarkan tenaga
yang besar dan lebih efisien dari mesin lainnya. Kelemahannya adalah, pada
kecepatan paling rendah pun mesin ini tetap mengonsumsi bahan bakar seperti
biasa, yang jauh lebih banyak daripada mesin lain pada kecepatan rendah. Pada
Perang Teluk, M1 Abrams Amerika Serikat membakar banyak bahan bakar hanya untuk
tetap menyalakan peralatan infra-merah dan elektronik lainnya, sementara tank
lain dapat menghemat bahan bakar dengan menurunkan kecepatan mesin.
Pergerakan
Roda
rantai pada tank Leclerc.
Kendaraan
pengangkut tank.
Sebuah
tank tempur utama dirancang untuk memiliki mobilitas tinggi dan dapat melewati
segala macam medan. Tank menggunakan dua atau empat tapak rantai untuk
bergerak. Rantai ini digerakkan oleh sebuah roda besar di tiap tapaknya yang
menyalurkan tenaga dari mesin. Roda rantainya yang lebar menyebarkan tekanan
yang dihasilkan oleh beratnya tank, membuat tekanan yang dihasilkan dapat
setara dengan kaki manusia.Jenis medan yang sangat menyulitkan tank adalah
tanah yang sangat lembut seperti rawa, dan medan berbatu yang memiliki
batu-batu besar. Pada medan "biasa", tank diharapkan bisa berjalan
dengan kecepatan 30–50 km/jam, dan kecepatan di jalanan bisa mencapai 70
km/jam.
Meskipun
begitu, logistik pergerakan tank tidak mudah. Di atas kertas, atau ketika uji
coba selama beberapa jam, sebuah tank memang memiliki kemampuan off-road yang
mengungguli kendaraan roda biasa apapun. Di atas jalananpun, kecepatannya juga
tidak jauh berbeda dengan kendaraan lapis baja beroda biasa. Namun dalam
prakteknya, kecepatan tinggi tank hanya bisa digunakan untuk beberapa saat,
sebelum terjadi kerusakan mekanis. Tank tidak bisa senantiasa berjalan pada
kecepatan tertinggi, dan harus berhenti secara rutin untuk melakukan perbaikan
pencegahan agar selalu siap untuk bertempur.
Karena
tank yang tidak bisa bergerak merupakan target yang mudah bagi mortir dan
artileri, kecepatan biasanya tidak dipakai secara maksimum, dan selalu
diusahakan untuk selalu menggerakan tank dengan kendaraan pengangkut tank atau
kereta api, untuk menghemat tenaga tank. Tank pada akhirnya akan bergantung
pada kereta api dan infrastruktur rel kereta api, karena tak ada angkatan
bersenjata yang memiliki cukup banyak kendaraan pengangkut tank untuk
mengangkut semua tank mereka. Karena itulah, jembatan rel kereta api dan
stasiun rel kereta api merupakan target utama bagi mereka-mereka yang ingin
memperlambat laju serangan tank.
TNI DAN MBT
Seiring
dengan makin gencarnya berita mengenai rencana TNI untuk mengakuisisi Main
Battle Tank (MBT) Leopard 2A6, makin ramai pula suara pihak-pihak yang
mendukung dan yang menolak, baik itu dari perseorangan, LSM-LSM maupun dari
para wakil-wakil rakyat bahkan dari pensiunan perwira-perwira tinggi TNI yang
pernah memangku jabatan strategis di masanya.
Suara-suara
yang menolak, sebagian besar menyangsikan kecocokan MBT yang berbobot 62 ton
itu bila digelar di Indonesia yang menurut pendapat mereka akan menjadikannya
sebagai mainan mahal yang tidak bisa bergerak kemana-mana karena bobotnya yang
sedemikian berat (atau dengan kata lain bakal “ambles”). Belum lagi bila
mengingat kondisi sarana dan prasarana jalan serta kondisi geografis hutan
belantara yang masih banyak serta medan berbukit-bukit dan bergunung-gunung di
Indonesia. Lalu muncullah sebuah usulan supaya TNI menggunakan saja tank-tank
medium berbobot lebih ringan karena dinilai akan lebih cocok buat digunakan
disini selain juga karena PINDAD dinilai telah mampu untuk membuat tank jenis
medium ini.
Segala
opini-opini tersebut seakan menunjukkan bahwa mereka - dan bukan pihak TNI
termasuk perwira yang masih aktif-lah - yang lebih tahu mengenai kebutuhan TNI
dan mengenai kondisi medan, taktik penggelaran dan tipe-tipe alutsista yang
paling tepat buat digunakan oleh TNI dalam menjalankan tugasnya. Selain itu,
opini-opini tersebut juga menunjukkan keterbatasan pengetahuan dan/atau
“ignorance” mengenai apa yang sesungguhnya telah mampu dibuat oleh PINDAD
disamping hal-hal lain yang masih berkaitan.
Tulisan
ini akan memusatkan bahasan perihal tank medium yang dinilai lebih cocok
digunakan di Indonesia. Untuk menghindari repetisi, disini tidak akan dibahas
secara mendalam mengenai mitos-mitos “ambles” dan penggelaran MBT dalam kondisi
geografis hutan belantara serta perbukitan karena kedua hal ini sudah diulas
lebih jauh di tulisan-tulisan dan diskusi-diskusi di forum-forum lain.
**********
I.
Tank, apa itu sesungguhnya?
Ada
salah kaprah yang cukup membingungkan disini dimana semua kendaraan militer
yang menggunakan roda ban dimasukkan ke dalam kelompok “panser” dan yang
menggunakan roda rantai disebut dengan “tank”. Hal ini makin menjadi ruwet
manakala mengidentifikasi berbagai jenis kendaraan tempur lapis baja yang
beragam fungsinya.
Contohnya
untuk yang berpenggerak roda rantai,
antara ini:
ini:
dengan ini:
I.a. Jenis-jenis
kendaraan tempur
I.a.1 APC
Menurut pengelompokan berdasarkan fungsinya, foto pertama (M-113)
dimasukkan ke dalam golongan APC (Armored Personnel Carrier - Angkut Personil
(ber)Lapis Baja) yang fungsinya adalah sebagai sarana “antar-jemput” pasukan di
dalamnya antara markas dan medan tempur di garis depan. Karena APC tidak
ditujukan untuk bertempur dan bergerak maju bersama infantri, maka kendaraan
tempur jenis ini biasanya hanya dilengkapi dengan senapan mesin ringan atau
sedang dan perlindungan lapis bajanya didesain hanya mampu untuk menahan
proyektil kaliber yang setara tapi tidak diatas itu. Karena fungsinya inilah
maka kendaraan tempur jenis APC pada umumnya memiliki lapis baja yang paling
tipis dibanding jenis-jenis lain, dengan beberapa pengecualian seperti misalnya
APC Namer buatan Israel yang sebenarnya adalah turunan dari MBT/Main Battle
Tank Merkava (untuk jenis MBT akan dibahas belakangan). Dalam contoh M-113
diatas, baja bahkan tidak digunakan sebagai material proteksi karena “kulit”
APC M-113 menggunakan alumunium dengan ketebalan bervariasi antara 12 hingga 38
milimeter yang tidak akan mampu menahan gempuran senapan mesin berat atau kanon
otomatis.
I.a.2 IFV
Berlanjut ke foto kedua, BMP-3 buatan Rusia yang juga digunakan oleh Korps
Marinir TNI-AL, dikategorikan sebagai IFV (Infantry Fighting Vehicle /
Kendaraan Tempur Infantri). IFV ini digunakan untuk mendukung gerak maju
infantri dengan menyediakan dukungan tembakan di garis depan. IFV juga
mempunyai kemampuan untuk mengangkut infantri bersenjata lengkap walaupun
biasanya dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding APC dan biasanya
dipersenjatai dengan senapan mesin berat (12,7mm) atau kanon otomatis (20 s/d
40mm) hingga meriam kaliber besar (90 - 105mm). Dalam contoh BMP-3 diatas,
selain meriam kaliber 100mm sebagai senjata utamanya, kendaraan tempur ini juga
dilengkapi dengan satu kanon otomatis kaliber 30mm serta tiga senapan mesin
sedang kaliber 7,62mm - dua di bagian depan kendaraan serta satu di turret yang
dioperasikan secara manual. Dengan proteksi yang lebih baik dari APC dan dengan
persenjataan menengah hingga berat yang dimilikinya, IFV memiliki kemampuan
untuk menghadapi kendaraan tempur lawan sebatas APC atau IFV yang sebanding
dengannya. Namun biarpun bisa dipersenjatai dengan peluru kendali anti lapis
baja (seperti 9M117 Bastion di BMP-3 atau TOW di M-2/M-3 Bradley), IFV tidaklah
dimaksudkan untuk menghadapi tank tempur lawan yang memiliki proteksi dan daya
gempur terbaik dibanding jenis-jenis kendaraan tempur lainnya.
I.a.3 MBT
Foto ketiga diatas adalah contoh tipe kendaraan tempur dengan proteksi dan
daya serang terbaik dari tipe-tipe lain yang telah diuraikan sebelumnya, dan
bisa digunakan sebagai ujung tombak penyerangan atau sebagai benteng pertahanan
bergerak. Foto diatas adalah Leopard 2 (versi A6) yang menjadi salah satu
kandidat utama TNI berdasarkan input-input di lapangan dan yang telah teruji di
segala medan. Baik itu di medan sebagian besar negara-negara Eropa yang berupa
dataran, Swiss dan Afghanistan yang bergunung-gunung maupun wilayah tropis
seperti di Singapura. Kendaraan tempur berat seperti ini disebut sebagai Main
Battle Tank (MBT) atau Tank Tempur Utama yang sering disingkat sebagai “Tank”
saja oleh angkatan bersenjata negara-negara yang mengoperasikan kendaraan
tempur jenis ini. MBT dimaksudkan untuk melawan MBT lainnya sehingga
dipersenjatai dengan meriam kaliber besar (120-125mm) yang mampu menghasilkan
kecepatan laras (muzzle velocity) tinggi untuk menghantarkan proyektil kinetik
penembus lapis baja. Karena lawan yang akan dihadapi juga memiliki kekuatan
pemukul yang besar, mau tidak mau kendaraan tempur ini juga harus dilengkapi
dengan perlindungan yang memadai yang otomatis menaikkan bobotnya menjadi
sedemikian berat. Kemudian agar tetap mampu bergerak lincah di segala medan -
mau itu di tanah gembur, berbukit dan berhutan lebat di wilayah tropis seperti
di Malaysia dan Vietnam, medan gurun negara-negara Timur Tengah, salju dan
seterusnya - diberikanlah tapak jejak (track) yang lebar dengan mesin yang
berkekuatan tinggi sehingga setiap MBT modern saat ini, meskipun memiliki berat
antara 45-70 ton, tapi tetap mampu “ngebut” dengan akselerasi tinggi bila
diperlukan sewaktu-waktu.
***
Untuk hasil karya anak bangsa Indonesia, APC beroda ban sudah bisa
diproduksi di dalam negeri yakni “panser” Anoa 6×6 buatan PINDAD yang mengambil
basis pengembangan dari panser VAB 4×4 buatan Perancis yang telah digunakan TNI
sebelumnya. Namun, biarpun Anoa bisa dipersenjatai dengan senapan mesin berat
kaliber 12,7mm dan bahkan peluncur granat 40mm, hal itu tidaklah mengubah
fungsi utamanya sebagai angkut pasukan yang sejatinya bukan untuk mendukung
gerak maju pasukan langsung di garis depan. Purwarupa/prototipe kendaraan
tempur beroda rantai buatan PINDAD yang gambarnya muncul baru-baru ini masih
masuk dalam kategori APC karena memang dimaksudkan untuk angkut personil. Dalam
hal IFV, PINDAD tengah mengembangkan kendaraan tempur jenis IFV beroda ban yang
dilengkapi dengan kanon otomatis kaliber 20mm dan versi lainnya yang dilengkapi
dengan meriam 90mm dengan turret buatan Cockerill yang bila nantinya diproduksi
akan menjadi kekuatan pendukung gerak maju infantri TNI yang ampuh. Jadi bisa
dikatakan dengan bangga bahwa untuk produk APC dan IFV, kita telah memiliki kemampuan
untuk merancang bangun dan memproduksinya di dalam negeri sendiri.
Akan tetapi, PINDAD, sebagai industri dalam negeri yang telah menghasilkan
APC dan IFV beroda ban serta purwarupa APC beroda rantai, masih belum memiliki
kemampuan untuk memproduksi MBT. Muatan teknologi tinggi yang jauh lebih banyak
dalam sebuah MBT belum dapat dibandingkan dengan apa yang telah bisa diupayakan
di dalam negeri sekarang ini. Sebut saja lapis baja komposit yang didesain
mampu menahan gempuran roket dan rudal anti tank dan juga memiliki daya tahan
tinggi terhadap proyektil penembus lapis baja yang ditembakkan dari laras
meriam sekaliber 120-125mm. Teknologi lapis baja ini, dan “ramuan” di dalamnya
adalah “top secret” dari setiap negara-negara yang sudah mampu membuatnya
sehingga mau tidak mau bila kita ingin membuat MBT sendiri, kita harus bisa
membuat lapisan baja dengan kualitas setara dengan yang dimiliki oleh
negara-negara lain terlebih dahulu.
Lalu PINDAD juga belum memiliki pengalaman memproduksi meriam kaliber
120-125mm yang mampu menghasilkan “muzzle velocity” tinggi, selain juga
keterbatasan material tungsten di negeri ini sebagai bahan baku untuk
memproduksi amunisi “Kinetic Energy Penetrator” Armor Penetrating, Fin
Stabilized, Discarding Sabot (atau disingkat dengan APFSDS) yang menjadi
“taring” utama MBT-MBT modern dalam menghadapi MBT-MBT lainnya.
Lebih lanjut, industri dalam negeri masih belum bisa menghasilkan mesin
diesel nasional berkekuatan 1500-2000hp (horsepower/daya kuda) sebagai tenaga
penggerak MBT serta masih belum dikuasainya teknologi transmisi dan suspensi
untuk menggerakkan dan menyokong beban sebuah MBT. Ini belum menyebutkan
tentang sejauh mana kemampuan industri optik dan elektronika dalam negeri untuk
menghasilkan komputer pengendalian penembakan (Fire Control System), sistem
pencarian dan penjejakan target (Sighting System), giro stabilisator (Gyro
Stabilizer) agar meriam bisa tetap stabil ditembakkan sewaktu kendaraan
berjalan, sistem tindak balas (Counter Measure) serta proteksi aktif (Active
Protection System) dan lain sebagainya.
Jadi tidak serta merta “tinggal menambah lapis baja yang lebih tebal dan
memberi meriam kaliber besar pada prototip tank (APC beroda rantai) PINDAD”
maka jadilah MBT nasional! Opini semacam ini hanya menyesatkan semua pihak
terutama mereka-mereka yang awam dalam bidang persenjataan dan kemiliteran.
***
I.b. Kesimpulan mengenai
jenis-jenis kendaraan tempur
Kesimpulan yang bisa diambil disini adalah:
a. APC - adalah kendaraan militer berlapis baja (armored) yang berfungsi
buat mengangkut pasukan.
b. IFV - adalah kendaraan tempur lapis baja untuk bantuan tembakan
infantri.
c. MBT - adalah kendaraan tempur lapis baja beroda rantai yang di desain
untuk menerobos garis pertahanan lawan, menahan gempuran dan melawan MBT musuh.
Untuk fungsi defensif, MBT juga bisa digunakan sebagai “benteng bergerak” untuk
melindungi garis depan atau gerak mundur pasukan.
Lalu ada satu catatan penting mengenai kemampuan strategis dalam negeri
dimana kemampuan yang ada sekarang ini masih belum cukup untuk menghasilkan MBT
nasional. Baik dari segi penguasaan teknologi material yang digunakan,
permesinan, persenjataan dan komputer/elektronik serta optik seperti yang telah
diuraikan diatas. Berangkat dari pengalaman membuat APC dan IFV dari basis VAB
4×4, maka akuisisi MBT dari luar negeri memiliki nilai strategis yang tidak
hanya digunakan untuk menambah kekuatan TNI-AD, tapi juga sebagai “buku
pelajaran” yang sangat bernilai yang akan dipelajari oleh pihak-pihak terkait
yang pada akhirnya di kemudian hari akan membantu industri-industri strategis
nasional untuk merancang bangun dan membuat MBT sendiri.
***
II. (Salah kaprah)
pengelompokan jenis-jenis tank.
Kemudian timbul lagi suara-suara yang memperkarakan berat tank yang ingin
dibeli oleh TNI dan menganjurkan agar TNI menggunakan “tank medium” karena
dinilai lebih cocok untuk di Indonesia. Ironisnya, mereka-mereka yang bersuara
lantang seperti itu mungkin tidak mengetahui konsep sebenarnya mengenai tank
dan bahkan pembagiannya menurut berat yang tidak lagi dipakai - atau setidaknya
tidak lagi diikuti seluruhnya - di masa sekarang ini. Di bagian ini akan
dibahas mengenai perkembangan kategori-kategori tank modern mulai dari masa
Perang Dunia II.
II.a. Pembagian
berdasarkan berat
Di masa Perang Dunia kedua (PDII - 1939 s/d 1945) dikenal pembagian tank
berdasakan beratnya:
1. Tank Ringan.
Tank ringan pada masa PDII, difungsikan sebagai kendaraan intai taktis
dan/atau sebagai bantuan tembakan untuk mendukung gerak maju infantri (seperti
konsep IFV sekarang). Dalam masa awal-awal PDII dengan serangan kilat
(Blitzkrieg) Jerman yang menginvasi negara-negara Eropa, tank-tank ringan juga
digunakan sebagai ujung tombak penyerangan, menembus garis depan musuh dan memporak-porandakan
jalur logistiknya. Dengan didukung oleh kekuatan udara yang menyediakan “payung
udara” serta membombardir titik-titik strategis kekuatan lawan, taktik serangan
kilat ini bak air bah yang menggulung musuh dan memaksa mereka untuk mundur atau
menyerah.
Tank-tank ringan dimasa ini memiliki karakteristik bobot yang relatif
ringan (antara 5 hingga sekitar 20 ton) dan ukuran yang kecil, lapis baja yang
tipis dan dipersenjatai dengan persenjataan ringan mulai dari senapan mesin
dan/atau kanon otomatis berkaliber antara 7,62mm hingga 12,7mm (senapan mesin)
atau 20-37mm (kanon otomatis) seperti terlihat pada M2 Stuart diatas. Bila
dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya, tank jenis ini memiliki kemampuan
mobilitas tertinggi namun dengan daya gempur dan proteksi yang paling rendah.
Dua hal yang terakhir ini yang menjadikan kegunaannya dibatasi menjadi
kendaraan intai taktis khususnya pada masa pertengahan dan akhir PDII dan
setelahnya.
2. Tank Medium.
Tank medium memiliki mobilitas yang relatif lebih rendah dibanding tank
ringan, namun memiliki proteksi yang lebih baik dan juga daya gempur yang lebih
tinggi karena dilengkapi dengan persenjataan meriam berkaliber antara 50 hingga
76mm. Tank medium di masa-masa pertengahan hingga akhir PDII memegang peranan penting
dalam peperangan darat karena tank-tank jenis inilah yang paling banyak
diproduksi dari kedua belah pihak (Sekutu dan Axis). Pemberian lapis baja yang
lebih tebal yang dimaksudkan untuk menahan gempuran senjata tank-tank sejenis,
menjadikan tank jenis ini mempunyai bobot antara 20 hingga 40 ton.
Sesuai dengan perkembangan medan di masa itu, mobilitas yang dirasa cukup
dengan dibekali daya hantam dan proteksi yang memadai menjadikan tank-tank
medium sebagai andalan utama negara-negara yang bertikai, baik untuk
penyerangan maupun untuk bertahan. Tank T-34 buatan Rusia seperti yang terlihat
diatas, merupakan salah satu contoh yang paling banyak diproduksi hingga
beberapa tahun setelah usainya PDII.
3. Tank Berat dan Tank Super Berat.
Di masa ini juga dikenal tipe tank berat yang diproduksi dalam jumlah yang
lebih sedikit. Tank jenis ini, dengan bobot antara 40 ton hingga 70 ton,
awalnya dimaksudkan sebagai pendobrak pertahanan lawan yang dikeraskan
(hardened) seperti untuk menerobos rintangan anti tank dari beton dan juga
perbentengan (pillbox dan bunker). Selain itu dengan senjata utamanya berupa
meriam berkaliber 88mm hingga 122mm, tank-tank jenis ini mampu melumat segala
jenis tank-tank lain hingga dibutuhkan tank-tank sejenisnya untuk mampu
mengimbanginya. Namun ternyata tank jenis ini ternyata lebih banyak digunakan
sebagai benteng bergerak (Jerman di akhir PDII) maupun sebagai bantuan tembakan
langsung berkaliber besar (Uni Soviet, juga di masa akhir PDII sewaktu
menerobos garis pertahanan Jerman).
Dengan proteksi lapis baja yang paling tebal, dalam perang tank lawan tank,
hanya meriam-meriam kaliber besar yang dibawa tank-tank sejenisnyalah yang bisa
mengalahkannya. Tapi proteksi yang sedemikian baik harus dibayar dengan
bobotnya yang menjadi semakin berat yang pada akhirnya mengurangi kemampuan
mobilitasnya secara drastis. Tak jarang, tank-tank berat seperti Tiger II
buatan Jerman (seperti pada gambar diatas) di masa akhir PDII mengalami
kerusakan mesin dan suspensi di lapangan yang akhirnya memaksa awaknya untuk
meninggalkan dan menghancurkan tank-tank mereka sendiri agar tidak ditangkap
dan digunakan musuh. Hal ini bisa dipahami mengingat menjelang masa-masa akhir
perang tersebut, kemampuan industri manufaktur Jerman berada di titik paling
rendah karena banyak pabrik-pabrik dan laboratorium-laboratorium pengembangan
mereka yang sudah dihancurkan oleh pengeboman udara sekutu yang pada akhirnya
mempengaruhi kemampuan mereka untuk menghasilkan mesin dan suspensi yang cukup
baik dan kuat untuk digunakan dalam tank-tank berat tersebut.
Patut disebutkan disini, bahwa tank-tank berat yang dipakai dalam masa ini
juga diproduksi dan dipakai oleh negara-negara lain seperti Uni Soviet dengan
KV-1/KV-2 dan IS-2, M-26 Pershing dari Amerika Serikat, dan Churchill Tank
buatan Inggris.
Selain dari tank berat, ada satu kategori terakhir yang disebut sebagai
tank super berat:
Tank jenis ini dengan bobot diatas 70 ton, dirancang untuk menahan tembakan
tank-tank berat dan pendobrak serangan musuh. Namun karena bobotnya yang luar
biasa berat (dalam kasus prototip tank Jerman Maus seperti gambar diatas,
mencapai 188 ton!) bahkan dengan mesin terkuat yang ada saat itu, kecepatan
maksimum yang bisa dicapai waktu pengujiannya hanya mencapai 13 km/jam.
Keterbatasan inilah ditambah dengan kelemahan-kelemahan lainnya seperti
kerusakan mesin yang kerap terjadi selain dengan faktor penentu mahalnya biaya
produksi satu tank jenis ini, membuat tank jenis ini tidak begitu diminati oleh
negara-negara lain dan bahkan pengembangannya sama sekali ditinggalkan setelah
kemunculan konsep Main Battle Tank yang akan dibahas belakangan.
II.b. Tank Destroyer
Disamping semua itu, ada satu kategori lain yang dinamakan dengan “Tank
Destroyer“. Kendaraan lapis baja jenis ini, memiliki perlindungan lapis baja
yang biasanya lebih rendah dibanding tank medium, namun dipersenjatai dengan
meriam kaliber besar. Konsep tank destroyer dimaksudkan untuk menghancurkan
tank-tank lawan dengan mengandalkan kecepatan gerak dan daya hantam meriam
kaliber besarnya dan tidak ditujukan untuk memberi bantuan tembakan untuk
mendukung gerak maju infantri.
Karena proteksinya yang lebih tipis dibandingkan tank-tank medium, maka
tank destroyer tidak diharapkan untuk mampu bertempur langsung satu lawan satu
dengan tank lawan. Karena itulah taktik yang digunakan biasanya berupa “ambush”
dengan senantiasa bergerak dan bersembunyi yang sangat tergantung dari kondisi
medan di sekitarnya.
Di masa perang dingin setelah PDII hingga pertengahan 1990-an, konsep tank
destroyer tidak begitu diminati karena perannya telah diambil alih oleh
tank-tank jenis MBT. Meskipun demikian, di akhir tahun 1990-an, konsep tank
destroyer mulai diperkenalkan kembali dan berevolusi dalam bentuk CV90120-T buatan
Swedia. Kedua hal tersebut akan dibahas dibawah ini.
CV90120-T |
***
III. Kategori Tank Modern.
III.a Tank Ringan/Intai dan Main Battle Tank.
Dalam dasawarsa 1950 dan 1960-an, konsep pembagian tank secara “klasik”
seperti dijelaskan diatas mulai ditinggalkan seiring kelahiran konsep “Main
Battle Tank (MBT)” atau bila di-Indonesiakan menjadi “Tank Tempur Utama”.
Konsep ini mengadopsi kemampuan mobilitas dan proteksi tank medium era PDII,
digabungkan dengan meriam dengan kaliber besar yang dipakai di tank-tank berat
masa itu. Konsep “tank ringan” di masa PDII tetap dipakai namun berubah fungsi
menjadi kendaraan intai taktis. Tank ringan di masa sekarang sebenarnya tidak
ditujukan sebagai kekuatan serang/pemukul dan bukan untuk menghadapi tank lawan
karena perlindungan lapis bajanya yang tergolong ringan yang tak akan mampu
bertahan terhadap gempuran senjata anti-tank atau meriam kaliber besar. Oleh
karena itu untuk fungsi yang terakhir inilah konsep MBT diciptakan.
Dengan kata lain, dari beberapa kategori tank di era PDII, hanya tank
ringan dan tank mediumlah yang berevolusi menjadi tank intai dan tank tempur
utama (MBT) di masa sekarang. Jadi, opini-opini yang mengatakan bahwa TNI lebih
baik diperlengkapi dengan “tank medium” bila diterjemahkan ke dalam kategori
tank modern adalah sama halnya dengan Main Battle Tank, yang juga merupakan apa
yang tengah diupayakan oleh jajaran panglima-panglima TNI.
Namun kemudian yang dipermasalahkan adalah berat MBT yang dinilai terlalu
tinggi untuk medan disini dengan tidak mengacuhkan contoh-contoh seperti di
negara-negara ASEAN lainnya. Seperti tank Leopard 2A4 yang digunakan oleh
angkatan darat Singapura, PT-91 yang digunakan di Malaysia, M60A3 di Thailand,
dan T-72 serta T-62 yang dipakai di Vietnam serta Myanmar. Bahkan Kamboja pun
memiliki divisi lapis baja yang diperkuat dengan tank tempur utama T-55 buatan
Uni Soviet. Menurut hemat mereka, hanya tank-tank dengan bobot sekitar 20
hingga 30an ton-lah yang layak dipakai disini, yang sekali lagi menunjukkan
betapa opini tersebut seolah-olah mengindikasikan bahwa merekalah yang paling
tahu mengenai kondisi medan dan taktik penggelaran tank dibandingkan TNI yang
akan langsung menggunakannya sendiri.
III.b “Tank Medium” menurut para “pakar”
Tapi untuk berusaha melihat dengan lebih berimbang, mari kita lihat seperti
apa sebagian contoh-contoh tank tempur dengan bobot maksimum hingga sekitar 30
ton, seperti yang diindikasikan oleh para “pakar” sebagai yang paling cocok
untuk di Indonesia:
1. AMX-30
Tank ini dirancang tahun 1963 dan masuk ke dalam dinas aktif mulai tahun
1966 hingga sekarang. Berbobot 36 ton, dan di desain dengan sengaja
mengorbankan proteksi untuk mendapatkan mobilitas tinggi. Jadi lapisan baja
tank jenis ini tidak diharapkan untuk dapat bertahan menghadapi gempuran
senjata-senjata anti tank baik itu berupa peluru kendali anti tank maupun
proyektil meriam tank modern. Selain itu, teknologinya yang tergolong tua untuk
ukuran sekarang juga tidak akan mampu menjawab tantangan perang modern yang
akan dihadapi TNI di masa depan secara optimal.
2. T-54/55
Inilah salah satu tank tempur utama generasi pertama yang dirancang di Uni
Soviet di tahun 1945. Mulai berdinas aktif di tahun 1950, tank berbobot 36 ton
ini masih digunakan di beberapa negara. Selain itu, tank ini juga diproduksi di
RRC dengan sebutan Type-59 dengan hasil yang mengecewakan sewaktu digunakan
oleh tentara Irak dalam menghadapi serbuan lapis baja koalisi dalam Perang
Teluk I di tahun 1991 lalu. Umur dan teknologinya yang cukup tua menempatkan
tank ini satu generasi dengan tank AMX-13 yang dipakai TNI sejak tahun 1950-an
atau awal 1960-an. Sama halnya dengan AMX-30 sebelumnya, teknologi yang
dimiliki tank ini, tidak bisa diharapkan untuk bisa menjawab tantangan perang
modern yang akan dihadapi TNI-AD ke depannya.
3. CV90120-T dan WPB Anders
CV90120-T adalah versi pengembangan dari IFV CV90 produksi Swedia. CV90
sendiri mulai memasuki dinas aktif di tahun 1993 namun versi dengan meriam
120mm baru diperkenalkan di tahun 1998. Paduan bobot yang relatif ringan (35
ton) dengan daya gempur meriam kaliber 120mm, mengingatkan akan konsep “Tank
Destroyer” yang dipakai di Perang Dunia II. Namun sampai sejauh ini, masih
belum diketahui apakah versi dengan meriam kaliber besar ini telah memasuki
dinas aktif di negara pembuatnya dan/atau di negara-negara lain.
Karena dikembangkan dari IFV, dan karena fungsinya yang diutamakan sebagai
pendukung gerak maju infantri, maka tank ini digolongkan ke dalam “Tank Ringan”
dan biarpun dipersenjatai dengan meriam sekaliber meriam MBT, tetap tidak
dimaksudkan untuk berhadap-hadapan beradu tembak langsung dengan MBT-MBT lain
yang lebih berat karena lapisan baja yang dimiliki CV90120-T tidak didesain
untuk mampu bertahan menghadapi gempuran meriam sekaliber itu.
WPB Anders buatan Polandia, yang menurut sebagian kalangan mengambil basis
pengembangan dari IFV CV90 (yang juga dibeli oleh Polandia), memiliki berat
35ton dan dipersenjatai dengan meriam 120mm yang juga sama dengan yang dipakai
di CV90120-T. Diperkenalkan di tahun 2010, Anders direncanakan akan mengganti
IFV BMP-1 dalam inventaris persenjataan angkatan darat Polandia. Mengingat
bentuk, senjata dan bobot yang serupa dengan CV90120-T, bisa diasumsikan bahwa
penggelaran di lapangan dan keterbatasannya pun akan menyerupai dengan tank
tersebut.
Selain dari beberapa contoh diatas, masih ada lagi Stingray, tank ringan
berbobot 22,6 ton produksi Amerika yang hanya digunakan oleh Thailand (yang
juga mengoperasikan MBT M60A3) dan TAM produksi gabungan Argentina-Jerman yang
hanya digunakan oleh Argentina dengan mengambil basis dari IFV Marder buatan
Jerman, disamping contoh-contoh lain yang tidak disebutkan disini.
III.c Realita penggelaran MBT
Bisa dilihat diatas, tank-tank “medium” - dengan pengecualian AMX-30 dan T-55
- seperti pendapat para “pakar” adalah apa yang dikategorikan sebagai “tank
ringan”. Tank tempur utama dengan bobot yang diidealkan oleh para “pakar” dan
“pengamat” tersebut hanya ada di generasi awal keluaran tahun 50 dan 60an yang
kandungan teknologinya sudah terlalu tua untuk bisa menjawab tantangan perang
modern. Dari penjelasan diatas juga bisa dilihat bahwa rata-rata negara yang
mengoperasikan tank-tank ringan, memposisikan tank-tank ringan tersebut sebagai
komponen pendukung atau suplemen Main Battle Tank (MBT) yang juga mereka
gunakan dan bukan sebagai komponen utama sebagai ujung tombak penyerangan dan
pertahanan.
Mengenai bobot MBT Leopard 2A6 yang dinilai terlalu tinggi untuk medan dan
jalanan di Indonesia, kita bisa menyikapinya dengan kritis. Dengan mengambil
acuan satuan tekanan permukaan tanah (ground pressure) dari kendaraan berbobot
puluhan ton yang disebar merata oleh permukaan tapak jejak (track)-nya, tank
tempur utama memiliki tekanan permukaan tanah sebesar 14-15 psi yang setara atau
bahkan lebih ringan dibanding tekanan permukaan tanah dari orang yang berlari
(16 psi), seperti yang dapat dibaca dari sumber ini dan ini. Menarik untuk
dicermati bahwa artikel wikipedia mengenai ground pressure ini mengambil contoh
tank M1 Abrams yang lebih berat dibanding Leopard 2 (67-70 ton vs 62 ton). Dari
sini bisa dinilai bahwa penilaian mengenai tank Leopard 2 yang berbobot
terlampau besar untuk Indonesia adalah sebuah kekhawatiran tak berdasar dan
menjadi sebuah mitos yang selalu diulang-ulang.
Mitos ini mungkin timbul sebagai pembenaran akan rencana pembelian MBT
Challenger dari Inggris oleh TNI di dasawarsa awal hingga pertengahan 90-an,
yang kemudian ternyata berbuah tank ringan Scorpion. Menurut sebagian kalangan,
dikatakan bahwa tank Scorpion yang akhirnya dimiliki oleh TNI-AD dibeli dengan
mengeluarkan dana seharga Challenger - yang bila memang benar adanya, merupakan
hal yang lumrah terjadi pada masa-masa itu.
Lalu mengenai kondisi alam Indonesia yang berhutan lebat dan berbukit serta
bergunung-gunung, wilayah Indonesia yang masih berhutan lebat ada di sebagian
Sumatra, Kalimantan dan Papua. Untuk Papua, penggelaran MBT mungkin memang
hanya terbatasi pada daerah perkotaan atau daerah terbuka di pesisir. Tapi
untuk daerah-daerah lain, dataran Riau dan juga hamparan kebun sawit di
Kalimantan hanyalah dua contoh dari sekian banyak tempat dimana MBT tidak akan
menemui kesulitan berarti untuk bermanuver. Lalu bila argumennya dikaitkan
dengan kondisi perbukitan di sebagian wilayah Indonesia lainnya, medan berbukit
justru bisa dimanfaatkan menjadi “Force Multiplier” dengan menerapkan taktik
seperti Hull Down dan “Hit and Run” yang memanfaatkan kondisi geografis yang
ada disekitarnya.
Disini terlihat bahwa mereka yang menjadikan kondisi geografis Indonesia
sebagai alasan untuk tidak membeli MBT adalah mereka yang memandang kondisi
geografis Indonesia sebagai sebuah penghalang dan bukan sebuah peluang untuk
mengadopsi, mengembangkan dan menerapkan taktik peperangan MBT yang cocok buat
Indonesia.
Kemudian kita mendapati alasan lain yang dikemukakan mengenai kecilnya
kemungkinan Indonesia akan diinvasi oleh kekuatan negara asing. Untuk ini,
seberapapun kecilnya kemungkinan tersebut, bukankah lebih baik bila TNI kita
memiliki kemampuan untuk mengatasi segala ancaman yang mungkin timbul? Serangan
tank-tank negara asing memasuki wilayah Indonesia tidak hanya akan masuk
melalui perbatasan-perbatasan darat seperti di Kalimantan. Tapi pendaratan
amfibi musuh yang mengerahkan MBT di sepanjang garis pantai Indonesia bukanlah
suatu hal yang mustahil untuk dilakukan oleh negara-negara yang memiliki
kemampuan tersebut. Tanpa kekuatan penangkal yang memadai, dalam kondisi
terburuknya, pendaratan amfibi musuh di Banten dan di Cirebon akan dengan mudah
menusuk langsung ke ibukota. Lalu bilamana itu terjadi berapa ribu nyawa
prajurit TNI yang akan melayang sia-sia karena tidak diberikan kekuatan tempur
yang mampu menahan gempuran MBT musuh?
Indonesia sendiri pernah mengalami pendaratan amfibi besar-besaran sewaktu
masih bernama Hindia Belanda di tahun 1942, ketika tentara Jepang mendarat
di Bangka, Palembang, Tarakan,
Balikpapan, Eretan Wetan, Teluk Banten serta Merak dan beberapa tempat-tempat
lain di Nusantara dan walaupun pada masa itu Jepang hanya membawa tank ringan,
hal ini tidak bisa dijadikan indikasi mengenai cocok atau tidaknya tank yang
berbobot lebih berat untuk dibawa disini melainkan menunjukkan doktrin bala
tentara Jepang yang masih bertumpu kepada serbuan infantri secara massal.
IV. Penutup
Fakta bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan yang menjadikannya sulit
untuk diduduki bukan suatu alasan untuk menjadikan kita “complacent” atau
menganggap bahwa invasi adalah suatu hal yang hampir mustahil, seperti pendapat
yang menyatakan bahwa serangan langsung lewat darat dari perbatasan utara di
Kalimantan adalah suatu hal yang tak akan bisa dilakukan oleh negara asing.
“Perang adalah tipudaya” menurut sabda baginda Rasul S.A.W., dan tipudaya
termutakhir dari kekuatan musuh adalah mengeksploitasi hal-hal yang dianggap
mustahil dilakukan oleh pihak yang diserang. Lagipula, dengan bantuan teknologi
tinggi berupa satelit militer negara asing yang bersangkutan yang telah
memetakan medan Indonesia, bukanlah satu hal yang sulit untuk merancang
pendadakan menerobos hutan dan perbukitan yang selama ini dianggap tidak bisa
ditembus oleh mereka-mereka yang abai mengenainya.
“Si vis pacem, para bellum”. Berharap damai, bersiaga perang. Adalah
ungkapan yang jamak digunakan dimana kekuatan militer yang memadai akan
menjamin negara-negara lain untuk menghormati dan menyegani negara yang
bersangkutan serta tidak berupaya untuk melakukan penyerangan. Kita boleh
memandang negara-negara di sekeliling kita sebagai “tetangga” dan “kawan” tapi
itu bukan berarti kita membiarkan opini-opini yang memandang rencana
modernisasi dan penguatan TNI sebagai suatu hal yang berlebihan menjadi kian
bergaung yang pada akhirnya bisa mempengaruhi para pengambil keputusan di
negara ini, apalagi bila pendapat-pendapat itu datang dari kalangan-kalangan
yang tidak memiliki pengetahuan mengenai militer dan hanya berdasarkan pada
kepentingan mereka semata.
Bila pendapat-pendapat semacam itu datang dari para purnawirawan, kita
tetap harus mencermati dan menyikapinya dengan kritis. Perkembangan teknologi
militer, taktik dan strategi perang yang selalu dinamis, harus diikuti dan
bahkan diantisipasi dengan dinamis pula. Dan kenyataan di lapangan yang ada di
masa para purnawirawan itu masih berdinas aktif, tidak lantas menjadikannya
sama dengan kenyataan lapangan sekarang ini apalagi yang akan dihadapi di
kemudian hari. Untuk menghadapi dan mengantisipasi hal inilah terletak urgensi
memperkuat TNI-AD dengan kekuatan pemukul modern yang salah satu bentuknya
berupa Main Battle Tank, selain program-program modernisasi yang juga tengah
dijalankan oleh TNI-AU dan TNI-AL dengan akuisisi alat utama sistem
persenjataan (alutsista) modern yang dibutuhkan oleh masing-masing angkatan
tersebut.
Terakhir, walaupun bukan yang paling akhir, dalam hal pengadaan MBT untuk
menunjang kemandirian alutsista nasional, pengadaan MBT tentunya akan membuka
kesempatan bagi industri-industri strategis nasional untuk bisa menelaah,
membedah dan mempelajari teknologi-teknologi yang dikandung di dalamnya. Hal
ini berlawanan dengan opini yang menyatakan bahwa pembelian MBT dari luar hanya
akan mematikan kreasi anak negeri, karena tanpa adanya akuisisi seperti ini,
tuntutan akan dipakainya produk (MBT) dalam negeri seperti digemakan oleh
beberapa kalangan hanya akan menjadi sebuah omong kosong yang tidak realistis.
Berikanlah kesempatan bagi ahli-ahli Indonesia untuk belajar dengan memberikan
“buku” pelajaran dan “bahan praktek” langsung, dan dalam jangka waktu 10-20
tahun kedepan kita akan melihat karya-karya anak bangsa yang akan semakin
membanggakan kita semua.
KOMPASIANA
KOMPASIANA
10 Comments
semoga pt pindad pabrik tank indonesia buat mbt tank bobot berat 60 ton panjang dan besar kuat gempuran rudal nueklir dan bisa berenang di air laut seperti ampibi roda rantai canon meriam 155 mm,
ReplyDeletesemoga pt pindad pabrik tank indonesia buat mbt tank bobot berat 60 ton panjang dan besar kuat gempuran rudal nueklir dan bisa berenang di air laut seperti ampibi roda rantai canon meriam 155 mm,
ReplyDeleteArtikel yang sangat lengkap, detail dan menarik. Namun, bila berkenan mohon diperbarui entrinya dengan penambahan referensi atau referensi lanjutan sehingga bisa dipelajari lebih lanjut oleh para pembaca. Terima kasih. :) Salam Kenal.
ReplyDeleteBuat dari drum bekas bisa gak
ReplyDeleteBuat dari drum bekas bisa gak
ReplyDeleteKaroseri Tugas Anda
ReplyDeletePerusahaan Karoseri indonesia
mobil rantis turangga
Uni Soviet produksi Tank terbanyak dunia
ReplyDeleteBlog menarik, komentar juga ya ke blog saya www.belajarbahasaasing.com
ReplyDeleteWow komplet
ReplyDeleteMungkinkah indonesia bisa mendesign tank ambulance lapangan
ReplyDelete