Jakarta : Indonesia punya ambisi besar dalam bidang
antariksa: bisa membawa satelit buatan sendiri ke luar angkasa dengan
menggunakan roket karya anak negeri. Tak lagi harus 'digendong' wahana peluncur
satelit milik asing yang menuntut bayaran mahal.
Untuk itulah, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(Lapan) terus mengembangkan teknologi roket. Jika ini berhasil dikuasai, ke
depan, bukan tak mungkin Indonesia mampu membuat peluru kendali jarak jauh atau
rudal balistik sebagai bagian dari sistem pertahanan udara nasional.
Lebih dari itu, Indonesia akan bisa menyejajarkan diri
dengan negara lain yang sudah lebih dulu menembus belantara angkasa: Amerika
Serikat, Uni Eropa, Rusia, Jepang, China, Korea Selatan, bahkan India -- negara
berkembang yang baru-baru ini meluncurkan satelit Mars Orbiter Mission (MOM) ke
Planet Merah.
Lapan terus mengembangkan roket RX-550, yang memiliki
diameter 550 mm -- setelah keberhasilan uji coba sejumlah roket dengan ukuran
lebih kecil, termasuk RX-420 dan RX-320.
Namun, membangun sendiri teknologi roket peluncur satelit
dari nol, bukan perkara gampang. RX-550 masih bergulat dengan serangkaian uji
statis karena berbagai kendala yang muncul belum terselesaikan.
Apapun, Lapan tetap optimistis mampu menerbangkan roket
RX-550 -- setelah sebelumnya mengalami kendala pada tabung motor dan nosel.
Tahun ini LAPAN menjadwalkan kembali uji statis roket
RX-550. "Tabung sudah diubah, produksi tabung motor tahun ini. Kita
jadwalkan kembali tahun ini untuk uji statisnya," kata Rika Andiarti,
Kapusroket Lapan kepada Liputan6.com.
Kali ini Lapan menggandeng Ukraina dalam pengembangan nosel
roket termasuk di dalamnya kesepakatan untuk proses alih teknologi.
"Kita telah kerjasama dengan ukraina sejak tahun 2012.
Untuk desaiRX-550 terbaru murni dari kita, Ukraina membantu dalam pengembangan
lainnya. Untuk uji statis direncanakan pada semester 2. Sementara kita gunakan
roket lebih kecil seperti RX-250, 320 atau 420," tutur wanita berjilbab
itu.
Ambisi Besar Berdana Minim
Selain masalah teknis, kendala lain yang dihadapi Lapan
adalah anggaran yang minim. Mimpi dan ambisi besar -- membuat roket yang
diharapkan bisa membantu program peluncuran roket pengorbit satelit (RPS) atau
menjadi roket pertahanan -- dilakukan dengan dana seadanya.
Program riset, Research and Development (R&D) pun
menggunakan fasilitas dan alat seadanya. "Dari anggaran belum maksimal
untuk R&D-nya mas. Banyak alat-alat yan harus diganti, tapi tetap
digunakan. Ada beberapa peralatan yang
harganya cukup mahal. Syukurlah kita banyak belajar dengan
alat-alat yang lengkap di Ukraina," imbuh Rika.
RX-550 adalah roket berdiameter 550 m dengan panjang 6 meter
dan merupakan penyempurnaan dari beberapa roket Lapan sebelumnya yaitu RX-420.
Roket ini dapat berfungsi sebagai roket pendorong (boster) utama roket
pengorbit satelit.
Roket RX-550 berbahan bakar hydroxyl toluen poly butadiene
(HPTB) ini berdaya jangkau diatas 200 km dan ketinggian terbang bisa mencapai
150 km.
Dana yang dikeluarkan untuk proyek pembangunan roket RX-550
ini adalah sebesar Rp5 miliar.
"Apakah akan digunakan untuk pertahanan negara atau
pengorbit satelit, kita belum tahu. Karena fokus kita untuk keberhasilan roket
karya anak bangsa ini," tutup Rika.
Sebelumnya pada 29 September 2012 silam Lapan melakukan uji
statis roket RX-550 di yang dilakukan di stasiun pengamatan Dirgantara Lapan,
Pameungpeuk, Garut mengalami masalah. Masalah terjadi pada
desain struktur nosel yang tidak kuat menahan tingginya suhu
pembakaran yang berakibat lepasnya material nosel roket sebelum pembakaran
propelan.
Lapan pun langsung melakukan evaluasi dengan mengubah desain
struktur nosel roket.
0 Comments