LAHAD DATU - Konflik
penguasaan wilayah Sabah di utara Kalimantan mencapai titik didih. Hanya,
pertempuran antara pasukan Malaysia dan gerilyawan Kesultanan Sulu asal
Filipina berlangsung tidak seimbang. Untuk menghadapi kelompok bersenjata yang
tak sampai 300 orang, Malaysia mengerahkan tujuh batalyon tentara (sekitar
7.000 personel) yang mulai menyerbu dini hari kemarin (5/3) Wita. Serangan
fajar itu juga didukung kendaraan lapis baja dan jet-jet tempur dari udara.
Pesawat tempur Malaysia mulai
meraung-raung di angkasa sebelum pukul 07.00 untuk melakukan serangan besar ke
Kampung Tanduo, Lahad Datu. Dimulai dengan serangan bom dari jet tempur F-18
dan disusul pesawat Hawk. Untuk membombardir gerilyawan Sulu, Angkatan Udara
Malaysia mengerahkan tiga pesawat F-18 dan lima Hawk. Tak hanya dari udara,
bombardir juga diikuti tembakan artileri dari darat.
Saking dahsyatnya, ledakan
terdengar hingga 20 kilometer dari kampung Tanduo. Setelah gempuran udara usai,
disusul serangan darat dari pasukan komando Malaysia VAT-69 dan tentara
gabungan. Warga setempat melihat beberapa truk militer dan kendaraan lapis baja
terlihat menyisir desa mulai pukul 08.30. Serangan darat itu dilakukan untuk
melokalisasi para gerilyawan supaya mundur ke tepian pantai timur Sabah tempat
di mana mereka mendarat 11 Februari lalu.
Kepala Polisi Malaysia
Inspektur Jenderal Tan Sri Omar Ismail menjelaskan, serangan berhasil memukul
mundur para penyusup keturunan Kesultanan Sulu itu. "Tidak ada korban dari
pihak Malaysia," ujarnya dalam jumpa pers di kawasan Felda Sahabat Lahad
Datu.
Setelah serangan udara,
lanjut dia, aparat keamanan Malaysia melakukan penyisiran dan pencarian dari
rumah ke rumah di Kampung Tanduo. Dia belum memastikan apakah ada korban dari
pihak penyusup. Menurut dia, operasi di Kampung Tanduo belum berakhir. “Kami
hendak pastikan bahwa kondisi keamanan di Sabah terkawal (terjaga) dan
menegakkan marwah (kehormatan) negara Malaysia," katanya.
Polisi Malaysia juga
mengirimkan tim penyapu untuk menambah kekuatan di Kampung Tanduo, Felda
Sahabat blok 17. Satu peleton polisi khusus dari Criminal Investigation
Division Royal Police Malaysia mendarat di Lahad Datu sore kemarin (5/3).
Mereka satu pesawat dengan Jawa Pos menggunakan penerbangan Malaysia Airlines
(MAS) 3662 dari Kota Kinabalu dan mendarat sekitar pukul 17.15 waktu Sabah
(sama Wita).
“Kita bertugas membantu
kekuatan yang sudah ada di Felda Sahabat 17," ujar seorang polisi dengan
name tag Ibrahim di saku kanannya setelah mendarat di Bandara Lahad Datu. Hanya
Ibrahim yang mengenakan seragam resmi. Anggota yang lain tidak berseragam.
Mereka mengenakan kaus hitam
bertuliskan “Special Investigation Division” dan sebagian yang lain berkaus
“Crime Scene Investigation Royal Police Malaysia”. Mereka rata-rata berambut
panjang, bertopi, dan berkacamata hitam. Bahkan ada yang menggunakan anting di
telinga. "Tidak boleh foto kami," kata Ibrahim saat JPNN mengeluarkan
kamera.
Dalam struktur polisi
Malaysia, Special Investigation Division juga disebut D-09 dan CSI D-10.
Personelnya cukup unik karena dipilih dari polisi yang berkemampuan melakukan
penyamaran. Peralatan yang dibawa cukup banyak. Terlihat satu tumpuk besar
rompi antipeluru/kevlar, peralatan identifikasi tempat kejadian perkara, dan
senjata yang dibawa dalam tas-tas panjang.
Hingga malam tadi suasana
Kota Lahad Datu sangat sepi. JPNN yang berkeliling kota melihat toko-toko tutup
lebih awal. “Biasanya pukul 9 masih buka, bahkan sampai jam 10 malam. Tapi
sekarang jam 6 juga sudah tutup," ujar Salim Nurdin, warga Lahad Datu yang
menemani koran ini. Restoran cepat saji yang biasanya buka 24 jam juga
menghentikan layanan sejak pukul 7 malam. "Kita berharap kondisi segera
pulih. Kami tak ingin berterusan, kita percaya askar," katanya.
Salim mengaku masih punya
darah Sulu dari kakeknya. Namun sejak kecil dia sudah menjadi warga Lahad Datu.
“Kami menyebutnya Suluk, tapi saya tidak setuju dengan apa yang dilakukan
saudara-saudara di Kampung Tanduo itu,” katanya. Dia mengaku sangat mencintai
Lahad Datu dan Sabah. “Keluarga kami berada di sini sejak kecil. Anak-anak kami
bersekolah di sini,” katanya dengan logat Sabah yang kental.
Kemarin, di Kinabalu pimpinan
keturunan Sulu dalam wadah Tawau Sulu Bajau Cultural Association yang dipimpin
Abdul Ali Erilis menyatakan kesetiaan kepada Sabah. Mereka menghadap Datuk Musa
Aman, Chief Minister Sabah, dan menegaskan 300 ribu keturunan Sulu di Sabah
mendukung pemerintah Malaysia.
Sejak pertempuran pecah pada
Jumat (1/3) pekan lalu, sudah 27 nyawa melayang di Sabah. Sebanyak 14 di
antaranya adalah orang Sulu, tujuh aparat Malaysia, seorang pemilik rumah
tempat Agbimuddin Kiram (pemimpin pasukan Sulu di Sabah) menginap di Desa
Tanduo, dan seorang imam asal Filipina beserta keempat putranya.
Di Manila, Filipina, juru
bicara Kesultanan Sulu Abraham Idjirani membantah pasukannya di Sabah telah
terdesak. Mengutip laporan ABS-CBN, pasukan Sulu di Sabah masih hidup dan belum
menyerah. Namun diakui, kelompok Sulu harus mundur meninggalkan posnya untuk
mencegah jatuh lebih banyak korban lagi. Saat ini, tambah Abraham, pengikut
Sulu masih utuh di wilayah persembunyiannya. Dia langsung menyamakan perseteruan
Malaysia dan Sulu bak kisah pertarungan Daud dan Goliath.
Tokoh Front Pembebasan
Nasional Moro (MNLF) Habib Hashim Mudjahab menambahkan, sekitar 10 ribu loyalis
Sultan Sulu mulai berlayar menuju Sabah. Mereka akan bertempur membantu
rekannya yang kini digempur tentara Malaysia. Mudjahab mengatakan mereka siap
berkorban nyawa untuk membela kehormatan dan harga diri Kesultanan Sulu.
"Mereka sangat ingin membela Kesultanan Sulu," ujar Mudjahab seperti
dikutip situs Global Nation Inquirer kemarin.
Kata Mudjahab, 10 ribu
pengikut Sultan Sulu mulai berlayar dari wilayah Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, dan
Zamboanga di Filipina Selatan menuju Sabah pada Senin (4/3) waktu setempat.
Mereka berlayar dengan perahu kecil sehingga tidak dapat dideteksi aparat
Malaysia. "Blokade kapal tidak akan menghalangi pergerakan mereka. Kami
dengan mudah masuk Sabah dan membaur dengan warga sekitar," imbuhnya.
Ribuan pengikut Sultan Sulu itu mayoritas anggota MNLF yang sudah berpengalaman
perang gerilya melawan tentara Filipina.
Dari tanah air, Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar mengatakan
pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk menangani
masalah TKI dan WNI yang berada di lokasi konflik Sabah. Total TKI yang berada
di sekitar kawasan perkebunan kelapa sawit Felda di Sabah sekitar 8.700 orang.
Namun TKI yang benar-benar berada di kawasan konflik berjumlah sekitar 600
orang dan saat ini sudah dievakuasi.
"Saya telah
menginstruksikan atase tenaga kerja di Malaysia untuk berkoordinasi dan
mengambil langkah-langkah darurat untuk mengamankan TKI," ujarnya di
Jakarta kemarin.
POTENSI JALUR TIKUS
Situasi di utara Borneo yang
terus bergejolak membuat Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyalakan sinyal
kesiapsiagaan. Sebab, bukan tidak mungkin, konflik yang telah menewaskan
puluhan orang itu bisa merembes ke wilayah yurisdiksi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Sejak dini, Kodam VI
Mulawarman menghindari potensi buruk itu. “(Sebanyak) 650 personel TNI Angkatan
Darat sudah meningkatkan kewaspadaan. Para personel yang ditempatkan di sana
itu bukan diperketat lagi, tapi lebih ke peningkatan kewaspadaan. Tupoksi
(tugas pokok dan fungsi, Red) Kodam tetap di perbatasan yang baru terbangun,
yakni Kalimantan Utara (Kaltara),” kata Kepala Penerangan Kodam VI Mulawarman
(Kapendam) Kolonel Inf Legowo Widiananto kepada Kaltim Post, kemarin.
Meski terbilang dekat dari
garis utara kedaulatan NKRI, konflik Kesultanan Sulu vs Malaysia di Sabah
dinilai belum memerlukan tambahan personel TNI. Meski begitu, dari 29 pos
perbatasan yang dijaga TNI AD, ada 23 pos yang berbatasan langsung dengan
Sabah. “Seluruh anggota TNI yang bertugas di pos-pos tersebut telah
diperintahkan untuk senantiasa siaga, agar pihak-pihak yang berusaha menyusup
masuk ke Indonesia dapat dicegah lebih dini,” jelas Kapendam.
Terlebih, militer Malaysia
telah menambah jumlah personel untuk memburu gerilyawan. Dengan banyaknya
“jalur tikus” di sepanjang Nunukan, dikhawatirkan para loyalis Sultan Sulu
Jamalul Kiram III itu akan masuk ke Indonesia jika terdesak.
Di sisi lain, realisasi
penempatan alat utama sistem senjata (Alutista) jenis main battle tank (MBT)
Leopard di perbatasan menunjukkan titik terang.
“Leopard sudah deal (dengan
produsen dari Jerman, Red). Dan, nanti jika sudah tiba, akan kami kabarkan
untuk masyarakat luas. Intinya, kami akan mempersiapkan infrastruktur lebih
dulu. Karena, kita tahu, jalan-jalan di sana masih sulit di akses oleh
kendaraan berat,” ungkap Legowo.
Alat pertahanan Indonesia di
perbatasan memang kedodoran. Di sepanjang 1.600 kilometer perbatasan Kalimantan
Barat dengan Sabah, misalnya, Kodam baru menempatkan tank jenis Scorpion buatan
Inggris tahun 1973 yang sudah ketinggalan zaman. Sedangkan, Malaysia
menyiagakan tank anyar PT 91 asal Polandia.
Nah, pengadaan 42 unit tank
Leopard oleh Mabes TNI AD sebagai upaya meningkatkan wibawa negara di
perbatasan, sekaligus lawan menakutkan bagi tank-tank modern milik negeri
jiran. Penempatan alutista tersebut dilengkapi pembangunan sebuah batalyon tank
yang meliputi garasi, perkantoran, dan sarana pendukung lainnya di beberapa
titik, antara lain, Nunukan, Bulungan, Malinau, dan Sangatta.
Pengembangan Batalyon
Kavaleri (Yonkav) Balikpapan dan Batalyon Artileri Medan (Armed) Berau juga
dilakukan. “Ya, benar. Heli tempur buatan Amerika, Super Cobra, juga akan
ditempatkan di sana, dan Yonkav sedang ditingkatkan statusnya dengan penambahan
personil dan fasilitas pendukung lainnya,” jelas Legowo. (rdl/gen/oki/jpnn/*/tka/zal/k1)
0 Comments