Amerika Serikat akhirnya
memberikan izin kepada tentara perempuan untuk ikut serta terjun langsung ke
dalam medan pertempuran. Sebelum keputusan ini dibuat, Pentagon, sebagai pusat
militer AS, bekerja keras menggali informasi dari berbagai negara yang telah
berpengalaman mengirim pasukan perempuan ke medan perang.
Mereka mencari tahu bagaimana
cara mengintegrasikan perempuan ke dalam spesialisasi militer yang sebelumnya
tertutup buat kaum hawa. Pejabat senior Pentagon menyatakan, beberapa negara
telah tiga hingga sepuluh tahun mengalami proses mengintegrasikan perempuan dan
perannya dalam suatu pertempuran.
Kurang lebih ada 12 negara
yang telah mengizinkan perempuan untuk melakukan perlawanan jarak dekat saat
bertempur. Dari selusin negara yang mengizinkan perempuan menjadi bagian satuan
tempur, berikut daftar negara yang paling sedikit memberikan batasan bagi
perempuan saat berperang sebagaimana dilansir oleh National Geographic News:
Australia
Sama halnya dengan Amerika
Serikat, negara ini juga termasuk ke dalam negara yang baru mencabut larangan
bagi perempuan yang memenuhi persyaratan untuk bertempur. Tahun 2011, Menteri
Pertahanan Australia mengumumkan bahwa tujuh persen dari posisi yang selama ini
tertutup buat perempuan termasuk pasukan khusus, infantri, dan artileri
semuanya akan dibuka untuk mereka.
Kanada
Tahun 1989, Kanada membuka
semua peran tempur bagi perempuan kecuali tidak melibatkan mereka dalam
peperangan kapal selam. Pada tahun 2000, akhirnya perempuan diberikan lampu
hijau bertugas dalam unit selam.
Tiga tahun kemudian, Kanada
memberikan kepercayaan kepada perempuan untuk pertama kalinya bertugas sebagai
kapten dari kapal perang, dan perempuan lainnya juga ditugaskan sebagai wakil
komandan dari unit senjata tempur. Saat ini sekitar 15 persen dari pasukan
militer Kanada adalah perempuan, sementara dua persen dari pasukan tempurnya
adalah perempuan.
Denmark
Sejak 1988, Denmark memiliki
kebijakan "inklusi total" di mana ini berawal dari tahun 1985
"percobaan tempur" yang menggali kemampuan perempuan untuk bertempur
di garis depan. Penelitian terhadap orang Denmark menunjukkan bahwa perempuan
memiliki performa yang sama baiknya dengan laki-laki di medan pertempuran.
Meskipun semua unit terbuka bagi perempuan, sejauh ini perempuan dicegah untuk
bergabung dalam Pasukan Operasi Khusus Negara.
Prancis
Perempuan mengambil porsi
hampir seperlima dari militer Prancis dan mereka dapat bertugas di semua lini
kecuali pada unit kapal selam dan unit the riot-control gendarmerie. Meskipun
diizinkan untuk bertugas dalam pasukan tempur infantri, kebanyakan dari perempuan
tidak memilihnya. Hasilnya hanya 1,7 persen perempuan mengambil bagian dalam
pasukan militer Prancis.
Jerman
Tahun 2001, Jerman membuka
unit pertempuran untuk perempuan, secara dramatis meningkatkan perekrutan
prajurit perempuan ke dalam jajaran. Jumlah Angkatan Bersenjata Perempuan
Jerman saat ini lebih tinggi tiga kali lipat dibanding tahun 2001. Tahun 2009,
sekitar 800 tentara wanita bertugas di unit-unit tempur.
Israel
Tahun 1985, Angkatan
Pertahanan Israel (IDF) mulai menempatkan perempuan pada posisi pertempuran.
Tahun 2009, para perempuan ini bertugas pada unit artileri, pasukan penyelamat,
dan pasukan anti pesawat. Sementara itu perempuan juga diwajibkan mengambil
bagian dalam wajib militer selama dua tahun.
Selandia Baru
Perempuan di Selandia Baru
mampu bertugas di semua unit pertahanan, termasuk infantri, perlengkapan
persenjataan, dan artileri, sejak disahkannya Undang-Undang pada tahun 2001.
Namun, empat tahun kemudian sebuah laporan menyatakan kondisi ini telah
mendorong pergesaran dalam masyarakat mengenai "nilai-nilai perempuan mau
pun laki-laki".
Norwegia
Tahun 1985, Norwegia menjadi
negara pertama yang tergabung dalam NATO yang mengizinkan perempuan untuk
mengemban tugas di semua kapasitas tempur termasuk kapal selam. "Beberapa perempuan
tertarik dengan infantri dan kavaleri, melakukan pekerjaan hebat di Angkatan
Bersenjata Norwegia," ungkap Kolonel Ingrid Gjerde, seorang perwira
infantri yang telah mengabdi selam 25 tahun di militer Norwegia.
Lebih lanjut, Gjerde yang
juga bertindak sebagai Komandan Pasukan Norwegia di Afganistan pada tahun 2012
menambahkan, "Bukanlah masalah besar bagi perempuan jika ingin masuk ke
dalam bidang ini jika mengetahui standar (yang ada), juga bukanlah hal yang sulit
bagi perempuan untuk melatihnya hingga mencapai standar tersebut jika mereka
benar-benar bertekad," ungkapnya.
0 Comments