Meski
tetap berusaha optimis, sinar kegalauan tampak tak bisa ditepis dari wajah
Prof. Dr. Eddy S. Siradj. Dalam Lokakarya Dewan Penerbangan dan Antariksa
Nasional RI yang berlangsung Kamis (20/12) di Gedung BPPT, Jakarta, dengan
bersemangat Kabalitbang Kementerian Pertahanan ini memaparkan panjang lebar
kisah perancangan jet tempur masa depan KFX/IFX (Korean-Indonesian Fighter
Experiment) yang tengah digarap Indonesia dan Korea Selatan. Proyek prestise
bilateral ini dikatakan baru saja menyelesaikan tahapan Technology Development,
dan akan masuk ke tahapan Engineering Manufacturing Development. Ia tak
bergeming ketika sejumlah peserta lokakarya menanyakan soal kesanggupan teknis
dan finansial Indonesia.
Riset
KFX/IFX Terbentur Situasi Politik Korea
“Kebijakan
pemerintah untuk bekerja sama dengan Korea Selatan membuat KFX/IFX sudah
disepakati pada 2009. Pemerintah optimis, masak saya selaku pelaksana tidak
optimis?” tangkis Eddy menjawab pertanyaan kritis pengamat kedirgantaraan
Chappy Hakim soal penyelesaian program ini.
Mantan KSAU ini juga mempertanyakan kenapa justru bekerja sama dengan
Korea? Ia rupanya risau terhadap efek Korea sebagai negara yang masih dalam
status perang (dengan Korea Utara). Dalam kondisi seperti itu dikuatirkan
Indonesia hanya akan menjadi bagian dari kepentingan Korea. Chappy juga mengkritisi
soal KFX/IFX yang masih terbilang varian F-16. “Kenapa kita tidak buat yang
benar-benar baru saja sekalian?” tanyanya.
Tapi
lain halnya ketika Angkasa menanyakan soal upaya pemotongan anggaran
pengembangan KFX untuk 2013 yang telah digelindingkan Pemerintah Korea. Rona
wajahnya segera berubah. Ia tiba-tiba agak galau. “Ya itu, memang masalah itu
pula yang tengah merundung teman-teman enjinir KFX/IFX di sana. Kini di Korea,
untuk penggarapan proyek ini, ada 140 enjinir, 30 persen di antaranya dari Indonesia.
Mereka masih sama-sama menunggu keputusan yang akan dibuat Parlemen Korea.
Keputusan itu belum ada karena Korea baru akan membentuk parlemen yang baru
usai terpilihnya Park Geun-hye sebagai presiden belum lama ini. Kini,
kelangsungan KFX/IFX memang praktis tergantung pada situasi politik di sana,”
tuturnya.
Seperti
diberitakan www.angkasa.co.id, 6 Desember lalu, pemerintah Korea akan memotong
anggaran pengembangan KFX untuk 2013 atas pertimbangan perkembangan ancaman dan
keamanan regional, serta oleh sebab pembatalan keikutsertaan Turki dalam proyek
ini. Di lain pihak, oleh karena China dan Jepang telah sama-sama membuat jet
tempur generasi ke-5, Pemerintah Korea belakangan kian tertarik pada pesawat
tempur setingkat yang telah lama ditawarkan Boeing, AS, yakni F-15 Silent
Eagle. Pengalihan perhatian ini dikuatirkan akan menyedot anggaran yang tak
kecil dan akan mengganggu proyek KFX/IFX yang sedang berjalan.
Mendampingi
Eddy Siradj, Prof. Dr. Muljo Widodo, salah seorang pimpinan Tim Enjinir
Indonesia, menjelaskan, kedua pihak sudah menyelesaikan tahap Feasibility Study
dan Technology Development, sesuai jadwal yang telah ditentukan. Selanjutnya
kedua tim akan masuk ke tahapan Engineering Manufacturing Development lalu
terakhir Production. Kedua tim telah mengurai ada sebanyak 432 core technology
yang akan diemban jet tempur generasi 4,5 ini, di mana 48 di antaranya belum
dikuasai. Teknologi yang masih harus dipelajari ini umumnya ada di seputar
kemampuan menghindar dari radar. Begitu pun kedua pihak sudah saling mengetahui
kelebihan masing-masing.
Lain
politisi, lain pula yang dipikirkan kaum teknokrat. Dua tahun bekerjasama
rupanya telah membuat kedua tim enjinir mengenal cukup mendalam. Di mata tim
Indonesia, Korea dinilai telah memiliki
kemampuan membuat hampir semua sub-sistem yang diperlukan KFX. Sementara di
mata tim Korea, Indonesia dinilai luar dugaan karena telah menguasai segi Air
Combat System yang semula dianggap amat sulit. Jika semua tahapan berjalan
lancar, Block 1 dari pesawat ini akan masuk tahapan produksi pada 2020. Setelah
itu, kedua negara akan berpisah melakukan sendiri proses upgrading sesuai
kebutuhan masing-masing. Namun, sekali lagi, jalan ke arah itu akan ditentukan
perkembangan mendatang, setelah Parlemen Korea yang baru terbentuk
Angkasa
0 Comments