SEMBILAN NEGARA YANG MENOLAK STATUS PALESTINA

Rakyat Palestina memenuhi jalanan di Ramallah, Tepi Barat, untuk merayakan perubahan status dari pemantau menjadi negara non anggota PBB.(Foto Republika)
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa, pada Kamis (29/11) waktu Amerika Serikat (AS) atau Jumat (30/11) menetapkan pengakuan de facto negara berdaulat Palestina. Kemenangan suara Palestina di PBB menjadi kemunduran diplomatik bagi AS dan Israel yang bergabung dengan segelintir negara. Mereka menyatakan kontra saat pemungutan suara Majelis Umum untuk meningkatkan status Palestina dalam keanggotaan PBB. Berikut sembilan negara yang memberikan suara menolak dalam rancangan resolusi peningkatan status Palestina: Kanada, Republik Ceko, Israel, Marshall Islands, Mikronesia, Nauru, Palau, Panama, dan Amerika Serikat. Selain AS dan Israel, tujuh negara tersebut hanyalah negara kecil yang tak akan membawa pengaruh bagi Palestina. AS dan Israel gagal mendapat sambutan dunia untuk menolak status tersebut. Padahal keduanya terus bernegosiasi kepada beberapa negara untuk menggagalkan pungutan suara untuk resolusi Palestina tersebut. Di samping sembilan negara menentang, terdapat total 138 negara setuju dan 41 abstain, serta tiga negara tak hadir. Sementara Uni Eropa, terdapat 17 negara yang menyatakan dukungan untuk status Palestina, diantaranya Austria, Perancis, Italia, Norwegia, dan Spanyol. Sementara negara Eropa lain termasuk Inggris dan Jerman memilih abstain. Pascapemungutan suara, AS pun naik pitam. AS segera mendesak Palestina melakukan pembicaraan langsung, tanpa syarat apapun, dengan Israel. AS menyatakan akan terus mengawasi agar pembicaraan tersebut dapat berjalan. "AS akan terus mendorong semua pihak untuk menghindari tindakan provokatif lebih lanjut di wilayah tersebut, di New York, ataupun di tempat lain," ujar Duta Besar AS untuk PBB, Susan Rice. Sebelumnya AS dan Israel mengancam penghentian bantuan keuangan untuk Palestina, jika mengajukan status baru di PBB. Israel bahkan akan melanggar semua kesepakatan dengan Palestina dalam Perjanjian Oslo. Perdana Menteri Palestina, Salam Fayyad, mengatakan harapannya semua pihak yang memberikan suara ditujukan untuk proses perdamaian. Tak ada hukuman yang menjadi dampak pemungutan suara. "Saya berharap tidak ada tindakan hukuman," ujarnya. Sementara Inggris yang sebelumnya didorong untuk mendukung Palestina, lebih memilih abstain. Pascakeputusan status baru Palestina bulat, Inggris mendesak Pemerintah AS di bawah Barack Obama dapat menjadi dorongan bagi perdamaian Palestina-Israel. "Kami percaya jendela untuk solusi dua negara telah tertutup. Itulah sebabnya kami mendorong AS dan aktor-aktor internasional utama untuk menggunakan kesemptan ini dan menggunakan 12 bulan kedepan sebagai jalan untuk benar-benar mendobrak kebuntuan (kesepakatan perdamaian Palestina-Israel)," kata Duta Besar Inggris untuk PBB, Mark Lyall Grant.

Republika

Post a Comment

0 Comments