Jelas itu sebuah kabar baik. Israel yang selama ini tidak
mau mengakui Hamas dan mengecapnya sebagai organisasi teroris bersedia
duduk bersama untuk mengakhiri konflik berdarah yang berlangsung sejak Rabu
lalu (14/11) dan hingga kemarin telah menelan 92 korban tewas dan 720 luka
di Jalur Gaza dan tiga meninggal serta 15 luka di Israel.
Tetapi, sayang, kabar baik itu tidak berumur panjang.
Seperti dilansir situs berita online Al Arabiya, hanya berselang menit,
Oren langsung menghapus dan meralat tweet-nya tadi.
“Koreksi, tweet saya sebelum ini tentang wawancara CNN
telah salah dikirim salah seorang staf. #Hamas jelas bukan partner untuk
menegosiasikan perdamaian,” tulis Oren.
Bantahan Oren itu seolah sekaligus menggambarkan sulitnya
mewujudkan gencatan senjata. Kemarin, Sekjen PBB Ban Ki-moon memang sudah
mendarat di Kairo untuk memediatori perundingan damai bersama Mesir antara
Israel dan Hamas. Koran yang terbit di Tel Aviv, Haaretz, juga mengabarkan,
delegasi Israel telah pula berangkat menuju Kairo. Khalid Meshaal,
pentolan Hamas, kemarin sudah bertemu dengan Presiden Mesir Mohamed
Morsi.
Tetapi, tetap tidak ada jaminan gencatan senjata bakal
disepakati. Padahal, korban demi korban terus berjatuhan di Gaza karena
gempuran udara Israel. Sepanjang hari kemarin, setidaknya 80 misil
ditembakkan pesawat-pesawat tempur Negeri Zionis tersebut.
Dari 92 korban tewas, 31 di antaranya sepanjang hari
kemarin di Gaza, hampir separuhnya adalah warga sipil. Dari sekitar 1,7 juta
jiwa penghuni enklaf yang dikuasai Hamas sejak 2007 itu, nyaris setengahnya
adalah anak-anak.
Kemarin, 11 anggota keluarga besar Mohammad Dalou, seorang
petinggi Hamas, turut menjadi korban tewas setelah kediaman mereka di Distrik
Sheikh Radwan, Gaza City, hancur terkena misil Israel. Dari 11 korban itu,
hanya dua yang laki-laki dewasa (tidak termasuk Dalou). Sisanya adalah
perempuan (lima) dan anak-anak (empat).
Tragisnya lagi, mengutip sebuah sumber di Pasukan
Pertahanan Israel (IDF), Haaretz melansir kalau misil yang menghancurkan
kediaman Dalou itu sesungguhnya salah sasaran. Sebab, yang ditarget sejatinya
adalah Yehiya Rabiah, kepala unit peluncuran roket Hamas.
Terjadinya kesalahan teknis itu juga diakui Juru Bicara
Militer (IDF) Yoav Mordechai. “Memang benar serangan itu mengakibatkan
korban jiwa warga sipil,” kata Mordechai.
Tentu saja kebrutalan yang kembali diperlihatkan Israel itu
dikecam luas. Perdana Menteri Palestina, Ismail Haniya mengutuknya sebagai
pembantaian mengerikan. Dari Kairo, sembari meminta dua pihak menahan diri, Ban
Ki-moon juga menyampaikan belasungkawa, tidak hanya kepada Keluarga Dalou,
tetapi juga seluruh warga Gaza.
“Pembantaian keluarga Dalou itu pasti akan kami balas.”
Demikian bunyi pernyataan resmi Brigade al-Qassam, sayap militer Hamas,
seperti dikutip koran Inggris The Guardian.
Pemandangan mengerikan juga tersaji di bagian lain Gaza
City. Sebuah rumah dua lantai rata dengan tanah setelah diterjang roket
Israel, mengakibatkan empat orang meninggal dan 42 lainnya terluka. “Dua di
antaranya adalah anak-anak,” kata Ashraf al-Kidra, seorang pejabat
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, kepada BBC.
Gempuran 1.350 misil yang ditembakkan Israel sejak Rabu
lalu juga menimbulkan ancaman kelaparan dan kekurangan air bersih. Badan
Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, ada ratusan ribu anak-anak yang kini terjebak
di tengah kondisi tanpa listrik dan minimnya bahan makanan serta air bersih.
Sebanyak 25 sekolah, dua klinik kesehatan, dan sebuah rumah
sakit juga rusak karena serangan Israel. Praktis hanya Rumah Sakit al-Shifa
di Gaza City yang menjadi andalan warga setempat.
Sementara itu, sebanyak 550 aktivis Mesir kemarin menempuh
risiko menuju Gaza melalui Rafah. Seperti dilaporkan Al Ahram, para peserta
aksi yang dimaksudkan sebagai bentuk solidaritas kepada Gaza itu diangkut
dengan delapan bus dan beberapa kendaraan kecil.
Di Gaza, mereka langsung menuju Al-Shifa, pusat pertolongan
kesehatan bagi para warga Gaza yang terkena dampak serangan Israel. “Kami
ingin dunia bersatu mencegah pembantaian terhadap para warga sipil tidak
bersenjata,” ujar Mahmoud Ali, salah seorang peserta aksi, kepada kantor
berita Mesir MENA.
Bersatu
Yang juga membesarkan hati warga Palestina, Hamas dan
Fatah, dua faksi Palestina terbesar yang selama ini bermusuhan, sepakat untuk
mengakhiri perseteruan. Kesepakatan itu dicapai di Ramallah, Tepi Barat,
dan didasari pada kegeraman atas kekejian yang dilakukan Israel selama lima
hari ini di Gaza.
“Mulai sekarang kami umumkan bahwa kami (Fatah dan Hamas)
telah mengakhiri perselisihan,” ujar petinggi Fatah Jibril Rajoub di hadapan
1.000 demonstran Palestina yang memprotes pembantaian di Gaza, seperti
dikutip AFP.
Dari Hamas, yang hadir adalah para petingginya yang
berkedudukan di Tepi Barat, wilayah tempat Pemerintahan Otoritas Palestina
yang dikuasai Fatah bercokol. Juga turut menyaksikan dan menyepakati
wakil dari kelompok radikal Palestina, Jihad Islam. “Siapa pun yang bicara
soal perselisihan hari ini adalah penjahat,” kata Mahmoud al-Ramahi, salah seorang
petinggi Hamas.
Pengumuman bersatunya Fatah dan Hamas itu langsung
disambut gemuruh para demonstran. “Bersatu, bersatu,” teriak mereka.
“Tembak Tel Aviv, tembak Tel Aviv.” Pada
April 2011, sebenarnya Fatah dan Hamas sudah sepakat berdamai. Tetapi,
kesepakatan itu akhirnya berantakan saat keduanya bertengkar mengenai format
kabinet karteker.
Motif Politik
Pakar Hukum Internasional dari Universitas Andalas (Unand)
Padang, Prof Firman Hasan menilai, serangan Israel ke Gaza lebih banyak muatan
politis menjelang Pemilu Israel 22 Januari 2013 mendatang. Perdana Menteri
Israel Benjamin Netanyahu memberi isyarat dirinya mampu membela Israel
secara keras. “Makanya hingga satu, dua bulan ke depan jelang pemilu
Israel, kondisi ini (pertempuran Israel-Hamas, red) akan terus terjadi,”
katanya kepada Padang Ekspres, tadi malam (19/11).
Padang ekspres
0 Comments