Senayan - Penundaan pembuatan
pesawat jet tempur Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment
(KFX/IFX) yang dilakukan bersama Korea Selatan sangat merugikan Indonesia.
Karena, itu dapat mengganggu jadwal upaya modernisasi alutsista TNI.
"Komisi I berharap,
alasan teknis penundaan sementara produksi bersama pesawat tempur itu tidak
berlarut-larut. Karena jika itu terjadi, jelas akan merugikan pihak
Indonesia," ujar Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq kepada
JurnalParlemen, Jumat (1/3).
Mahfudz mengatakan, hingga
kini pihaknya belum tahu soal alasan yang sebenarnya penundaan itu. Karenanya,
masalah ini akan disinggung saat rapat kerja antara Komisi I dengan Kementerian
Pertahanan.
"Jujur saja, kita belum
tahu alasan sebenarnya penundaan produksi pesawat tempur dengan Korsel itu.
Apakah hanya semata alasan teknis saja, atau ada alasan lainnya. Ini yang kita
belum tau, dan Komisi I perlu mendapat
penjelasan dalam kaitannya ini," tukasnya.
Mahfudz pun meminta Kemenhan
untuk mengantisipasinya dengan mencari kerjasama di bidang pertahanan, alih
tekhnologi dan produksi Alutsista dengan negara lain yang memiliki sistem
pertahanan modern.
Sebenarnya, Komisi I selama
ini telah mendorong Kemenhan untuk juga membuka kerjasama pertahanan yang lebih
luas dengan Turki sebagai negara bagian NATO yang punya alutsista produksi
sendiri. Dan selama ini pihak Turki telah menawarkan diri kepada Indonesia
untuk bekerjasama. "Sayangnya Pemerintah RI sejauh ini belum merespons
tawaran itu," tukasnya.
Seperti diketahui, Pemerintah
Korea Selatan (Korsel) menunda kerja sama industri pesawat tempur bersama
Indonesia yang diberi nama Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment
(KFX/IFX). Alasannya pemerintah Korsel masih dalam tahap transisi kekuasaan
terkait pergantian Presiden baru Korsel.
"Ditunda setahun
setengah, karena ada perubahan pemimpin di Korea. Jadi dia (Korea) ingin
meyakinkan pemerintah supaya lebih ada data sebagai dasar menghadapi
parlemen," kata Dirjen Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Pos
Hutabarat di Jakarta, Kamis (28/2) kemarin.
Pos menuturkan penundaan
kerja sama ini terhitung mulai Januari 2013 hingga satu tahun setengah.
Sehingga pada Juni 2014 kerja sama ini bisa terealisasi kembali.
Ia menjelaskan dalam proyek
ini pemerintah Indonesia berkontribusi hanya 20% selebihnya oleh pemerintah dan
BUMN strategis Korsel. Rencananya dari proyek ini akan diproduksi pesawat
tempur KFX/IFX atau F-33 yang merupakan pesawat tempur generasi 4,5 masih di
bawah generasi F-35 buatan AS yang sudah mencapai generasi 5. Namun kemampuan
KFX/IFX ini sudah di atas pesawat tempur F-16.
Pesawat KFX/IFX akan dibuat
250 unit. Dari jumlah itu Indonesia akan mendapat 50 unit di 2020. Harga satu
pesawat tempur ini sekitar 70-80 juta dolar AS per unit.
Jurnal Parlemen
0 Comments